BAB I
Pendahuluan
I. Latar Belakang
Kesehatan merupakan aspek penting dari Hak Asasi Manusia (HAM) oleh sebab itu kesadaran pentingnya kesehatan masyarakat telah menjadi hal pokok dalam tujuan pembangunan saat ini. Sebagai bentuk dorongan terhadap pemenuhan hak atas kesehatan, maka upaya strategi adaptasi terhadap kesehatan perlu diprioritaskan. Pelaksanaan adaptasi ini dapat dilakukan oleh siapapun terutama dalam hal ini adalah petugas kesehatan. Namun, kesenjangan yang ada adalah minimnya pengetahuan petugas kesehatan akan pelaksanaan adaptasi perubahan iklim pada bidang ini. Oleh sebab itu, kurikulum ini menjelaskan mengenai Adaptasi Perubahan Iklim Bidang Kesehatan bagi Tenaga Kesehatan di Wilayah Kerjanya.
Isu perubahan iklim sudah hangat diperbincangkan mengingat dampaknya yang serius pada berbagai aspek kehidupan terutama kesehatan. Potensi negatif atau risiko perubahan iklim terhadap kesehatan telah dipandang sebagai tantangan global yang dapat mengancam penghidupan manusia (Wilby et al., 2009, Barnett 2010). Laporan Penilaian IPCC Kelima (AR-5) (IPCC 2014) menunjukkan bahwa iklim global telah mengalami pemanasan yang signifikan. Data pengamatan menunjukkan bahwa suhu permukaan rata-rata global meningkat sebesar 0.85⁰C dalam 130 tahun terakhir. Kenaikan suhu bumi tidak hanya berdampak pada naiknya temperatur bumi tetapi juga mengubah sistem iklim yang mempengaruhi berbagai aspek pada alam dan kehidupan manusia salah satunya kesehatan manusia. Data dilapangan menunjukan kerentanan dan risiko perubahan iklim global tidak hanya secara serius mempengaruhi aktivitas ekonomi, sosial, dan politik, namun juga melibatkan serangkaian masalah kesehatan yang parah (PCC, 2007b; McMichael et al., 2003). Dalam beberapa dekade terakhir, frekuensi kejadian penyakit semakin tinggi khususnya penyakit Demam Bedarah Dangue (DBD). Dikutip dari InfoDATIN 2016, sejak tahun 1968 terjadi peningkatan kasus DBD dari 58 menjadi 126.675 kasus pada 2015. Sementara itu juga, terdapat peningkatan sebesar 85% kabupaten/kota terserang DBD. Salah satu bentuk triger penyakit ini adalah perubahan iklim. Risiko tersebut semakin diperparah dengan peningkatan frekuensi bencana yang terkait iklim (bencana hidrometeorologis), seperti banjir dan kekeringan (BNPB 2016). Bencana banjir dapat meningkatkan risiko penyakit yang ditularkan melalui air, dan menciptakan tempat berkembang biak bagi vektor pembawa penyakit seperti nyamuk. Sementara kekeringan menyebabkan kelangkaan air yang berimplikasi pada meningkatnya sensitivitas masyarakat akan penyakit. Mengacu pada berbagai tantangan dan dampak tersebut, adaptasi perubahan iklim perlu diprioritaskan untuk dilakukan.
Salah satu bentuk strategi adaptasi perubahan iklim khususnya bidang kesehatan adalah peningkatan kapasitas petugas kesehatan terkait pelaksanaan adaptasi perubahan iklim bidang kesehatan. Melalui Kementrian Kesehatan Republik Indonesia dan berbagai stakeholders lainnya (BPPK atau Bapelkes), maka untuk mengimplementasikan bentuk strategi tersebut, disusunlah kurikulum Pelatihan Adaptasi Perubahan Iklim Bidang Kesehatan bagi Tenaga Kesehatan di Wilayah Kerjanya sebagai acuan prioritas program adaptasi perubahan iklim nasional sektor kesehatan.
Penyusunan kurikulum dan modul ini telah sejalan dengan program nasional dan internal Kementerian Kesehatan. Pemerintah Indonesia telah menerbitkan dokumen resmi mengenai kerentanan, dampak, dan adaptasi perubahan iklim sebagai referensi kajian adaptasi perubahan iklim. Dokumen-dokumen tersebut adalah Indonesia Climate Change Sectoral Roadmap (ICCSR) (BAPPENAS 2010) dan Rencana Aksi Nasional Adaptasi Perubahan Iklim (RAN-API) (BAPPENAS 2014) serta Permen LHK No. 33 Tahun 2016 tentang arahan adaptasi perubahan iklim. Kementerian Kesehatan sendiri juga telah menerbitkan Permenkes No. 35 tahun 2012 tentang Modul identifikasi faktor risiko kesehatan akibat perubahan iklim dan Permenkes 1018 Tahun 2009 tentang Strategi Adaptasi Sektor Kesehatan Terhadap Dampak Perubahan Iklim yang dapat dijadikan pedoman dalam pelaksanaan pemetaan kerentanan dan risiko.