VII. URAIAN MATERI
Pokok Bahasan 1. Identifikasi wilayah rentan dan berisiko
a. Definisi wilayah rentan dan berisiko
Bagian ini fokus pada tujuan untuk mengidentifikasi wilayah rentan dan berisiko berdasarkan hasil pemetaan kerentanan dan risiko pada bagian modul sebelumnya. Namun sebelumnya, perlu dipahami terlebih dahulu definisi wilayah rentan dan berisiko.
Wilayah rentan dan berisiko merupakan wilayah dengan indeks kerentanan dan keterpaparan bernilai lebih dari 0.8 atau memiliki kriteria "Tinggi" hingga "Sangat Tinggi". Khusus untuk kondisi rentan bisa ditandai dari rendahnya kapasitas dan/atau tingginya sensitivitas wilayah. Setiap wilayah dapat menentukan definisi rentan dan berisiko dengan mempertimbangkan ambang batas seluruh komponen kerentanan dan target kesehatan wilayahnya. Sebagai contoh Kota Surabaya menyusun ambang batas kerentanan dan risiko bernilai indeks > 0.75, maka seluruh wilayah yang memiliki komponen dan indikator berindeks di atas 0.75 terdeteksi sebagai wilayah rentan dan berisiko.
Identifikasi wilayah rentan dan berisiko menggunakan hasil pemetaan kerentanan dan risiko pada modul sebelumnya. Sebagai contoh di sini digunakan Peta Kerentanan dan Risiko Penyakit Demam Berdarah di Kota Surabaya (Gambar 1). Dalam peta tersebut, identifikasi wilayah rentan diprioritaskan untuk warna orange dan merah dimana Komponen Bahaya; Keterpaparan; Sensitivitas; dan Kerentanan berkriteria 'Tinggi' hingga 'Sangat Tinggi' dan Komponen Kapasitas berkritria 'Sangat Rendah' dan 'Rendah' sesuai yang ditunjukan pada Tabel 1.
Gambar 1 Peta Kerentanan dan Risiko Penyakit Demam Berdarah di Kota Surabaya
Tabel 1 Kriteriasasi indeks dan pewarnaan peta
Nilai Komponen | Pewarnaan dan kriteriarisasi Komponen Bahaya; Keterpaparan; Sensitivitas; dan Kerentanan | Kelas warna RGB | Pewarnaan dan kriteriarisasi Komponen Kapasitas | Kelas warna RGB |
---|---|---|---|---|
0.0 - 0.2 | Sangat Rendah (SR) | #00b050 | Sangat Rendah (SR) | #ff0000 |
0.2 - 0.4 | Rendah (R) | #92d050 | Rendah (R) | #ffc000 |
0.4 - 0.6 | Sedang (S) | #ffff00 | Sedang (S) | #92d050 |
0.6 - 0.8 | Tinggi (T) | #ffc000 | Tinggi (T) | #00b0f0 |
0.8 - 1.0 | Sangat Tinggi (ST) | #ff0000 | Sangat Tinggi (ST) | #0070c0 |
b. Instrumen dalam membaca peta kerentanan dan risiko
Dalam pengembangannya, sistem atau instrumen data dan peta kerentanan dan risiko perubahan iklim bidang kesehatan saat ini belum tersedia. Selain itu, peta kerentanan dan risiko pada bagian ini juga masih perlu dibuat secara mandiri oleh pengguna. Sehingga, diperlukan instrumen untuk memudahkan dalam mengidentifikasi wilayah rentan dan berisko. Beragam instrumen sebetulnya telah banyak disediakan oleh berbagai platform. Sebagai contoh peta kerentanan sosial ekonomi yang telah disediakan oleh KLHK dalam Sistem Informasi Data Indeks Kerentanan (SIDIK), https://sidik.menlhk.go.id/ atau peta risiko yang telah disediakan oleh BNPB dalam Indeks Risiko Bencana Indonesia (IRBI), https://bnpb.go.id/IRBI.html (Gambar 2).
Gambar 2 Tampilan SIDIK sebagai instrumen dalam interpretasi kerentanan sosial ekonomi di Kota Surabaya pada Tahun Baseline 2017. Sumber: SIDIK KLHL 2017
Dalam modul ini, contoh instrumen yang akan digunakan adalah aplikasi smartphone berupa GPS Essensial dan perangkat lunak desktop berupa Google Earth. Google Earth merupakan sebuah aplikasi perangkat lunak dari vendor google berbasis peta yang dapat menunjukan lokasi secara spesifik dalam tampilan terrain (topografi) maupun satelit. Google Earth memudahkan pengguna dalam melihat wilayah secara riil. Di bawah dijelaskan bagian-bagian yang akan digunakan dalam perangkat lunak Google Earth Pro. Bahan data dan peta yang digunakan adalah hasil pemetaan kerentanan dan risiko dengan bantuan GIS pada bagian sebelumnya (Materi Inti IV Analisis Kerentanan dan Risiko). Hasil tersebut akan dipetakan kembali kedalam Google Earth untuk memudahkan melihat wilayah rentan dan berisiko secara riil beserta faktor-faktor penyebabnya.
Gambar 3 Tampilan perangkat lunak Google Earth Pro
c. Identifikasi wilayah rantan dan berisiko
Mekanisme dalam identifikasi wilayah rentan dan berisiko dalam bagian ini akan dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak Google Earth Pro. Langkah-langkah yang perlu dilakukan di antaranya:
Detail langkah:
1. Mengekspor hasil peta kerentanan dan risiko pada perangkat GIS kedalam bentuk ekstensi .kml atau .kmz
• Buka perangkat lunak ArcGIS (berbagai versi dapat disesuaikan)
• Pilih dokumen yang akan dibuka dengan cara: File > Open > 'Dokumen terpilih'
• Pilih Add Data - Pilih tempat penyimpanan file
• Pilih file "Kerentanan_Kesehatan_SBY.shp" - ADD
• Pilih Kanan pada File shp tersebut pilih Properties
• Atur peta kerentanan dengan memilih menu Symbology - Quantities - Graduated Colors. Pada kolom Value isi dengan Kerenta_12. Pada Color Ramp pilih warna yang sesuai dengan contoh. Selanjutnya pilih menu Classify pada bagian kanan.
• Akan muncul tampilan peta kerentanan sebagai berikut :
• Save As pada layers
• Pada Arctoolbox pilih Convertion Tools - To KML- Layer To KML.
• Isi sesuai contoh. Pilih output sesuai tempat file akan disimpan. Klik OK
• Peta kerentanan dalam bentuk KML telah selesai, berikutnya lakukan langkah yang sama untuk peta sensitivitas, kapasitas, keterpaparan dan bahaya.
2. Memvisualisasikan peta kerentanan dan risiko pada Google Earth Pro
Pada bagian ini contoh peta yang akan dibuka adalah 'Kerentanan.kml' Kota Surabaya
• Install Perangkat Lunak Google Earth Pro
• Buka Google Earth Pro' pilih File > Open
• Pilih file yang akan dibuka 'Kerentanan.kmz' lalu klik Open
• File 'Kerentanan.kmz Kota Surabaya telah terpilih dengan batas administrasi hingga desa dan warna kriteria kerentanan dan risiko sesuai dengan kelasnya (Sangat Rendah - Sangat Tinggi)
• Selesai
• Peserta latih dapat langsung mengidentifikasi wilayah rentan
3. Identifikasi wilayah rentan dan berisiko dengan menandainya
• Setelah peta bahaya, kerentanan (Sensitivitas dan kapasitas), keterpaparan dan risiko ditampilkan pada Google Earth Pro selanjutnya diidentifikasi mana saja lokasi yang rentan dan berisiko
• Peserta mengklik warna orange dan merah pada peta sebagai wilayah rentan dan berisiko
• Terdapat berbagai macam informasi untuk bisa dicatat peserta
Note : Komponen rentan dipilih dengan pertimbangan warna orange dan merah di peta
1. Simpan file dalam bentuk gambar dengan langkah pilih file > save > save image
2. Namai Peta/Gambar yang telah dibuat disertai legendanya
3. Klik save image dan simpan file pada direktori folder peserta
4. Selesai
5. Tuliskan hasil identifikasi pada Tabel yang disediakan
Tuliskan nama wilayah (desa dan/atau kecamatan) yang menjadi lokasi target berdasarkan:
• Berlokasi di daerah mana potensi kejadian penyakit terpilih (tingkat bahaya)
No | Kecamatan | Desa | Nilai Indeks |
---|---|---|---|
1 | Kec. A | Desa 1, Desa 2 ... | ... |
... | ... | ... | ... |
• Berlokasi di daerah mana tingkat kerentanan tinggi
No | Kecamatan | Desa | Nilai Indeks |
---|---|---|---|
1 | Kec. A | Desa 1, Desa 2 ... | ... |
... | ... | ... | ... |
• Berlokasi di daerah mana tingkat risiko tinggi
No | Kecamatan | Desa | Nilai Indeks |
---|---|---|---|
1 | Kec. A | Desa 1, Desa 2 ... | ... |
... | ... | ... | ... |
6. Diskusi hasil identifikasi wilayah rentan dan berisiko
• Bagaimana distribusi atau sebaran wilayah a) rentan dan b) berisiko?
• Apakah faktor yang paling berpengaruh terhadap kerentanan dan risiko kesehatan untuk wilayah tersebut berdasarkan distribusi atau sebaran wilayah?
Contoh tabel Identifikasi wilayah rentan dan berisiko akan penyakit DBD di Kota Surabaya.
Ruang Lingkup Identifikasi : Administrasi Kota Surabaya (Sebagai Contoh)
Level analisis : Sektor Kesehatan secara khusus penyakit DBD
Gambar Risiko DBD wilayah Surabaya:
Hasil identifikasi wilayah berisiko
No | Kecamatan | Desa | Nilai Indeks Risiko | Keterangan Tambahan |
---|---|---|---|---|
1 | Wonokromo | Sawunggaling
Wonokromo Jagir Ngagelrejo Ngagel |
0.71
0.88 0.98 0.67 0.76 |
... |
2 | Semampir | Wonokusumo
Ujung |
0.67
0.83 |
... |
Hasil Diskusi:
1. Wilayah berisiko secara dominan terdistribusi di wilayah bagian utara dan selatan kota
2. Mayoritas terdapat di wilayah pesisir
3. Penyebab utama adalah kurangnya akses kesehatan pada wilayah pesisir karena jarak kota ke pesisir yang cukup jauh dan kondisi yang kumuh sehingga menjadi faktor utama tumbuhnya nyamuk Aides aigepti sp.
Untuk mempermudah analisis dan interpretasi wilayah rentan dan berisiko maka lakukan den penugasan bagian ini pada Lembar Penugasan V-Bagian I.
Pokok Bahasan 2. Identifikasi kontribusi komponen kerentanan dan risiko
a. Metode identifikasi komponen penyusun kerentanan dan risiko
Dalam perkembangan pendekatan yang dikeluarkan oleh IPCC melalui AR-5 (IPCC, 2014), risiko penyakit terkait iklim (R) merupakan fungsi dari bahaya penyakit tertentu (hazard; H), kerentanan (vulnerability; V) dan keterpaparan (exposure; E). Ketiga aspek tersebut merupakan komponen utama penyusun risiko. Oleh sebab itu, setelah mengetahui apa itu wilayah rentan dan berisiko serta bagaimana mengidentifikasi wilayah tersebut, maka pada bagian ini peserta akan mengidentifikasi komponen dan indikator yang berkontribusi pada wilayah rentan dan berisiko.
Variabel yang akan diidentifikasi adalah indikator setiap komponen risiko. Variabel atau indikator yang memiliki indeks tinggi (dominan) disebut sebagai 'Indikator kontributor' yang merupakan penyebab utama tingkat kerentanan dan risiko. Identifikasi faktor-faktor dominan terhadap tingkat kerentanan dan risiko dilakukan untuk masing-masing unit analisis (titik/kelurahan/kecamatan dan lainnya) yang ditandai sebagai wilayah rentan dan/atau berisiko. Identifikasi indikator kontributor dapat dilakukan menggunakan grafik petal chart, histogram analisis (Gambar 3, 4, dan Tabel 2).
Analisis menggunakan petal chart akan memudahkan pengguna dalam mengidentifikasi 'Indikator' dominan yang berkontribusi pada tingkat kerentanan dan risiko (Perhatikan Materi Inti II - Penyusunan indikator setiap komponen untuk mereview kembali perbedaan komponen - indikator - dan variabel). Dalam menginterpretasi kerentanan dan risiko menggunakan petal chart perlu diketahui langkah-langkah berikut:
- Petal chart kerentanan (Gambar 3) terdiri dari 3 komponen risiko yaitu keterpaparan yang ditandai warna orange, sensitivitas ditandai warna hijau dan kapasitas ditandai dengan warna biru
- Petal chart memiliki selang dari 0.0000 - 1.0000 dengan rentang 0.1000
- Setiap sudut petal chart menunjukan INDIKATOR untuk masing-masing komponen kerentanan
- Cara membaca :
• Untuk komponen keterpaparan dan sensitivitas > semakin menuju nilai 1 (poligon/bentuk siku mengarah keluar) maka indikator ini perlu diintervensi
• Untuk komponen kapasitas > semakin menuju nilai 0 (mengarah kedalam) maka indikator tersebut perlu diintervensi
- Petal chart digunakan untuk mengidentifikasi faktor/penyebab kerentanan dan risiko suatu wilayah secara spesifik (misalnya kelurahan/desa pada level kabupaten/kota)
Gambar 3 Contoh petal chart kerentanan di Kel. Putat Jaya Kota Surabaya pada Penyakit DBD
Untuk mengetahui apakah indikator yang perlu diprioritaskan pada wilayah Kabupaten/Kota tertentu secara agregat maka dapat dilakukan menggunakan 'Histogram Analisis'. Dalam menginterpretasi kerentanan dan risiko menggunakan histogram analisis perlu diketahui langkah-langkah berikut:
- Histogram analisis terdiri dari variabel setiap komponen kerentanan yaitu sensitivitas, kapasitas dan keterpaparan yang ditandai dengan warna sesuai petal chart
- Histogram analisis berisi informasi jumlah desa/keluarahan yang melewati ambang batas. Pada contoh disini, ambang batas disusun adalah 0.5, sehingga
• Keterpaparan dan sensitivitas > 0.5
• Kapasitas < 0.5
- Cara menginterpretasikan :
• semakin tinggi jumlah desa/kelurahan/unit analisis yang teridentifikasi rentan maka indikator/variabel tersebut perlu diintervensi
• Selain ambang batas pada indeks, prioritas intervensi indikator juga harus dilakukan dengan menentukan ambang batas pada jumlah desa rentan. Sebagai contoh pada gambar 4, prioritas intervensi ditentukan dengan melihat variabel yang telah melewati ambang batas sejumlah 70 desa/kelurahan (ditandai dengan kotak merah). Sehingga variabel yang perlu diintervensi pada tingkat Kota Surabaya adalah jaminan kesehatan, tenaga kesehatan, akses baik jarak dan sarana kesehatan, akses air minum dan kepadatan penduduk.
Gambar 4 Contoh tabel identifikasi indikator/variabel prioritas untuk diintervensi dengan studi kasus Kota Surabaya pada Penyakit DBD (n = 160 kelurahan)
Matriks analisis digunakan untuk mengetahui secara detail nilai indeks variabel pada setiap komponen. Sebagai contoh pada Tabel 2 ditunjukan contoh matriks identifikasi variabel rentan studi kasus Kota Surabaya dengan penyakit DBD. Dalam menginterpretasi variabel pada komponen kerentanan dan risiko menggunakan matriks analisis perlu diketahui langkah-langkah berikut:
- Matriks analisis terdiri dari variabel setiap komponen kerentanan yaitu sensitivitas, kapasitas dan keterpaparan yang ditandai dengan warna
- matriks analisis berisi informasi nilai indeks variabel asli untuk setiap komponen
- Setiap nilai variabel dilakukan format conditional yang mana ditandai dengan warna sesuai kriteria kerentanan dan risiko merujuk pada Tabel 1
- Cara menginterpretasikan :
• Pemilihan lokasi desa/kelurahan ditentukan berdasarkan tingkat kerentanan dan risiko wilayah tersebut. Pada contoh di bawah, dipilih 4 lokasi kelurahan contoh di Kota Surabaya yang tergolong rentan
• Nilai variabel yang ditandai dengan warna orange dan merah merupakan variabel rentan yang perlu diintervensi
Tabel 2 Contoh matriks identifikasi variabel rentan studi kasus Kota Surabaya dengan penyakit DBD
Komponen | Variabel | Nama Desa (contoh) | |||
---|---|---|---|---|---|
Siwalankerto | Wonorejo | Wonokromo | Krembangan Selatan | ||
Keterpaparan | Kepadatan Penduduk | 0.3634 | 0.0742 | 0.6813 | 0.5272 |
Proporsi jumlah bangunan rumah pemukiman kumuh terhadap jumlah penduduk | 0.5000 | 0.5000 | 0.5094 | 0.5000 | |
Proporsi Jumlah bangunan di bantaran sungai terhadap jumlah penduduk | 0.5000 | 0.5100 | 0.5000 | 0.5000 | |
Jenis tempat BAB | 0.5000 | 0.5000 | 0.5000 | 0.5000 | |
Jenis tempat pembuangan sampah | 0.5000 | 0.5000 | 0.5000 | 0.5000 | |
Sensitivitas | Proporsi penduduk rentan (Usia lanjut dan anak balita) | 0.2384 | 0.4341 | 0.5746 | 0.5460 |
Sumber air untuk minum/memasak sebagian besar keluarga | 0.5000 | 0.5000 | 0.5000 | 1.0000 | |
Proporsi sumber air minum keluarga non ledeng terhadap sumber air | 0.1429 | 0.6062 | 0.5802 | 0.6844 | |
Proporsi Penderita Penyakit DBD terhadap Jumlah Penduduk | 0.6861 | 0.5000 | 0.5831 | 0.5000 | |
Status Gizi Masyarakat | 0.5000 | 0.5000 | 0.5000 | 0.5047 | |
Proporsi keluarga di pemukiman kumuh terhadap jumlah keluarga | 0.5000 | 0.5000 | 0.5094 | 0.5000 | |
Proporsi keluarga di bantaran sungai terhadap jumlah keluarga | 0.5000 | 0.5088 | 0.5000 | 0.5000 | |
Kapasitas Adaptasi | Sarana kesehatan umum | 0.3463 | 0.0000 | 0.3273 | 0.5380 |
Sarana kesehatan khusus | 0.5000 | 0.5000 | 0.5565 | 0.6185 | |
Jarak sarana kesehatan | 0.4497 | 0.2739 | 0.9375 | 0.5000 | |
Kemudahan dalam mencapai | 0.7500 | 0.6667 | 0.2500 | 0.1667 | |
Proporsi jumlah tenaga kesehatan terhadap jumlah penduduk | 0.0769 | 0.5000 | 0.5060 | 0.5117 | |
Proporsi penerima jaminan kesehatan | 0.1379 | 0.5038 | 0.1032 | 0.2833 |
*warna pada kotak/cell tabel menunjukan kriteria kerentanan sesuai Tabel 1
Analisis petal chart, histogram dan matriks menunjukkan indikator-indikator yang berkontribusi pada tingkat kerentanan dan risiko. Dengan pertimbangan pilihan adaptasi disusun berdasarkan analisis faktor-faktor dominan untuk setiap unit analisis, maka hasil analisis pada bagian ini dapat digunakan sebagai landasan dalam penyusunan adaptasi.
b. Identifikasi kontribusi komponen penyusun kerentanan dan risiko
Mekanisme dalam identifikasi kontribusi komponen penyusun tingkat kerentanan dan risiko dalam praktik bagian ini akan dilakukan dengan menggunakan instrumen analisis yang sudah disebutkan di atas yaitu petal chart, histogram dan matriks analisi. Langkah yang perlu dilakukan di antaranya:
Detail langkah:
1. Mempersiapkan dataset untuk analisis
Berdasarkan praktik pada Materi Inti IV pada pokok bahasan 1 dan 2 diperoleh hasil indeks bahaya dan kerentanan suatu jenis penyakit tertentu. Pada bagian ini dicontohkan Kerentanan dan Risiko jenis penyakit DBD di Kota Surabaya.
• Dataset disiapkan berdasarkan hasil di atas
• Pertama, dataset yang berisi nilai seluruh indikator
Komponen ... | |||||
---|---|---|---|---|---|
IDDESA | NAMA_DESA | No | Indikator 1 | Indikator 2 | Indikator ... |
3578010001 | WARUGUNUNG | 1 | 0.1447 | 0.5055 | 0.5000 |
3578010002 | KARANG PILANG | 2 | 0.1833 | 0.5000 | 0.5000 |
3578010003 | KEBRAON | 3 | 0.5264 | 0.5000 | 0.5000 |
... | ... | ... | ... | ... | ... |
• Kedua, dataset yang berisi nilai seluruh variabel
Komponen ... | |||||
---|---|---|---|---|---|
IDDESA | NAMA_DESA | No | Indikator 1 | Indikator 2 | Indikator ... |
3578010001 | WARUGUNUNG | 1 | 0.1447 | 0.5055 | 0.5000 |
3578010002 | KARANG PILANG | 2 | 0.1833 | 0.5000 | 0.5000 |
3578010003 | KEBRAON | 3 | 0.5264 | 0.5000 | 0.5000 |
... | ... | ... | ... | ... | ... |
2. Menyusun petal chart, histogram dan matriks analisis sesuai wilayah target
• Petal chart, histogram dan matriks disusun berdasarkan lokasi target yang telah teridentifikasi sebagai wilayah rentan dan berisiko (hasil praktik V-1)
• Petal chart disusun seperti Gambar 3 (untuk bahaya dan kerentanan)
• Histogram disusun seperti Gambar 4 (hanya untuk keterpaparan dan kerentanan saja)
• Matriks disusun seperti Tabel 2 (hanya untuk keterpaparan dan kerentanan saja)
3. Identifikasi komponen dan indikator rentan dan berisiko dengan petal chart
• Identifikasi faktor yang berkontribusi
♦ Buat petal chart nilai indikator bahaya wilayah pilihan
♦ Buat petal chart faktor yang berkontribusi terhadap kerentanan
• Tuliskan Faktor yang berkontribusi terhadap risiko
♦ Tuliskan faktor yang berkontribusi terhadap kejadian suatu jenis penyakit
♦ Tuliskan faktor yang berkontribusi terhadap kerentanan
♦ Lakukan penilaian pada faktor-faktor tersebut sesuai instruksi berikut
Desa/Kelurahan : ..... (isikan nama desa/kelurahan, contoh Kel. Gapong)
Jenis penyakit : ..... (isikan jenis penyakit yang terjadi, contoh DBD)
Tabel 3. Tabel identifikasi bahaya pada penyakit DBD di Kota Surabaya
Indikator Bahaya | Berkontibusi (x) | Besaran (0.00 - 1.00) |
|
---|---|---|---|
Iklim | CH Tahunan | ||
CH Musim Hujan | |||
CH Bulan Maksimum Musim Hujan | |||
Suhu udara rata-rata tahunan | |||
Suhu udara rata-rata musim hujan | |||
Suhu udara rata-rata maksimum musim hujan | |||
Bio-fisik | Penggunaan Lahan | ||
Wilayah Air | |||
Elevasi | |||
RTH |
♦ Identifikasi indikator yang berkontribusi pada tingkat kerentanan
Mitra latih harus mengidentifikasi kemudian memberikan tanda silang (X) pada indikator yang menyebabkan tingginya kerentanan dan keterpaparan. Silahkan isikan pada Tabel 4 berikut.
Tabel 4. Tabel identifikasi indikator rentan pada penyakit DBD di Kota Surabaya
Komponen | Indikator | Berkontibusi (x) | Besaran (0.00 - 1.00) |
---|---|---|---|
Keterpaparan | Kepadatan Penduduk | ||
Kualitas permukiman | |||
Sanitasi | |||
Sensitivitas | Tingkat Populasi Rentan | ||
Sumber supplai air | |||
Tingkat Kesehatan Keluarga | |||
Kualitas Tinggal Keluarga | |||
Kapasitas | Ketersedian Sarana Kesehatan | ||
Akses Fasilitas Kesehatan | |||
Tenaga kesehatan | |||
Akses Pembiayaan kesehatan |
4. Identifikasi indikator atau variabel prioritas dengan histogram
• Tentukan jumlah desa/kelurahan yang masuk dalam kategori rentan
• Tuliskan variabel yang melebihi ambang batas
• Beri tanda silang pada indikator yang disebut sebagai variabel prioritas
• Tuliskan jumlah desa/kelurahan yang masuk kategori rentan untuk masing-masing variabel prioritas
Tabel 5. Tabel identifikasi variabel prioritas
Komponen | Variabel (Contoh) | Prioritas (x) | Jumlah Desa/Kelurahan |
---|---|---|---|
Keterpaparan | Kepadatan Penduduk | ||
... | |||
... | |||
Sensitivitas | Proporsi penduduk rentan | ||
... | |||
... | |||
Kapasitas Adaptasi | Sarana kesehatan khusus | ||
... | |||
... |
• Variabel tersebut merupakan landasan dalam penyusunan adaptasi
• Tuliskan faktor yang berkontribusi terhadap kerentanan
5. Identifikasi variabel dan nilai indeksnya berdasarkan matriks analisis
• Tandai variabel dan nilai yang memiliki kriteria 'Tinggi (0.6-0.8)' dan 'Sangat Tinggi' (0.8 - 1.0) dengan warna orang dan merah untuk keterpaparan dan sensitivitas
• Tandai variabel dan nilai yang memiliki kriteria 'Rendah (0.2-0.4)' dan 'Sangat Rendah' (0.0 - 0.2) dengan warna orang dan merah untuk kapasitas
• Tuliskan variabel yang berkontribusi terhadap kerentanan dengan nilai indeksnya
Lakukan penilaian pada faktor-faktor tersebut sesuai instruksi berikut
Desa/Kelurahan : ..... (isikan nama desa/kelurahan, contoh Kel. Gapong)
Jenis penyakit : ..... (isikan jenis penyakit yang terjadi, contoh DBD)
Tabel 6. Tabel identifikasi variabel kerentanan berdasarkan matriks analisis
Komponen | Variabel | Berkontibusi (x) | Besaran (0.00 - 1.00) |
---|---|---|---|
Keterpaparan | Kepadatan Penduduk | ||
Proporsi jumlah bangunan rumah pemukiman kumuh terhadap jumlah penduduk | |||
Proporsi Jumlah bangunan di bantaran sungai terhadap jumlah penduduk | |||
Jenis tempat BAB | |||
Jenis tempat pembuangan sampah | |||
Sensitivitas | Proporsi penduduk rentan (Usia lanjut dan anak balita | ||
Sumber air untuk minum/memasak sebagian besar keluarga | |||
Proporsi sumber air minum keluarga non ledeng terhadap sumber air | |||
Proporsi Penderita Penyakit DBD terhadap Jumlah Penduduk | |||
Status Gizi Masyarakat | |||
Proporsi keluarga di pemukiman kumuh terhadap jumlah keluarga | |||
Proporsi keluarga di bantaran sungai terhadap jumlah keluarga | |||
Kapasitas Adaptasi | Sarana kesehatan umum | ||
Sarana kesehatan khusus | |||
Jarak sarana kesehatan | |||
Kemudahan dalam mencapai | |||
Proporsi jumlah tenaga kesehatan terhadap jumlah penduduk | |||
Proporsi penerima jaminan kesehatan |
Untuk mempermudah analisis dan interpretasi wilayah rentan dan berisiko maka lakukan den penugasan bagian ini pada Lembar Penugasan V-Bagian II.
Pokok Bahasan 3. Perbandingan hasil pemetaan tingkat kerentanan dan risiko
a. Penentuan fokus wilayah berisiko
Tahapan penentuan fokus wilayah analisis dilakukan melalui identifikasi kondisi wilayah target. Adapun tertulis dalam Permen LHK No 33 Tahun 2016, identifikasi dilakukan dengan a) Pemetaan wilayah terdampak perubahan iklim (identifikasi wilayah rawan kejadian suatu penyakit) b) pengumpulan data informasi terkait dampak kejadian iklim c) inventarisasi kerugian dan manfaat akibat perubahan iklim
b. Analisis komponen kerentanan dan risiko
Pemanfaatan hasil risiko dijadikan acuan dalam pengembangan langkah adaptasi untuk mengantisipasi kejadian suatu penyakit. Analisis dilakukan melalui hasil visualisasi dari masing-masing penilaian komponen dimana penilaian yang dilakukan berdasarkan kriteria yang disepakati. Sebagai contoh penilaian dapat dilakukan dengan klasifikasi penilaian menggunakan indeks nol hingga 1 (0-1) dengan manfaat bahwa pengguna dapat leluasa menentukan tingkat risiko kualitataif (rendah hingga tinggi) disesuaikan dengan fokus wilayah analisis. Penggunaan rentang nilai setiap komponen risiko (0-1) dan persamaan matematik untuk mengukur tingkat risiko diatas, menghasilkan tingkat risiko pada suatu sub-wilayah (unit kajian) akan memiliki rentang nilai 0-1. Penilaian tingkat risiko tersebut sejalan dengan definisi risiko sebagai peluang terjadinya suatu kejadian dengan tingkat risiko semakin tinggi dinyatakan dengan nilai peluang kejadian mendekati 1. Selanjutnya, dilakukan pengklasifikasian kelas risiko berdasarkan nilai risiko. Klasifikasi dilakukan dengan membagi secara proporsional nilai risiko (0-1) menjadi lima kelas. Tingkat risiko masuk kategori tinggi apabila indeks risiko diatas 0.8 sampai 1, dan masuk kategori sangat rendah apabila indeks risiko dibawah 0.2 sampai 0. Pewarnaan setiap kategori risiko dilakukan untuk keperluaan pemetaan indeks risiko wilayah Kota Surabaya.
Gambar 23 Kategorisasi tingkat risiko berdasarkan nilai indeks iklim. Huruf pada kategorisasi adalahsangat tinggi (ST), tinggi (T), sedang (S), rendah (R), dan sangat rendah (SR).
c. Perbandingan hasil pemetaan tingkat kerentanan dan risiko
Perbandingan pemetaan tingkat kerentanan dan risiko bertujuan untuk melihat sebaran kategori kerentanan dan risiko hasil studi terhadap hasil lapangan. Perbandingan ini dapat menggunakan peta yang sudah disusun sebagai dasar atau landasan dalam penilaian peta dan sebarannya. Perbandingan pemetaan tersebut dapat dilakukan untuk masing-masing unit analisis (titik/kelurahan/kecamatan dan lainnya), khususnya wilayah-wilayah berisiko tinggi. Perbandingan peta menunjukkan dimana saja sebaran wilayah yang sensitivitas dan keterpaparan yang memiliki nilai tinggi atau indikator-indikator kapasitas adaptif yang memiliki nilai rendah perlu diintervensi dengan pilihan adaptasi yang akan diusulkan. Dengan pertimbangan pilihan adaptasi disusun berdasarkan analisis faktor-faktor dominan untuk setiap unit analisis, pilihan adaptasi yang direkomendasikan bersifat lokal spesifik. Pengambil kebijakan pada wilayah studi (Kota Surabaya) selanjutnya perlu menyelaraskan dengan perencananaan program agar pilihan adaptasi terpilih dapat mendukung target program.
Perubahan tingkat risiko
Perubahan nilai tingkat risiko dihitung berdasarakan kondisi penilaian saat ini dan masa depan. Pengamatan dapat dilakukan berdasarkan perhitungan maupun pengamatan langsung pada peta.
Mekanisme dalam melakukan perbandingan hasil pemetaan risiko dilakukan dengan menggunakan hasil peta risiko saat ini dan masa depan. Langkah yang perlu dilakukan di antaranya:
Detail langkah:
1. Mempersiapkan peta risiko saat ini dan masa depan
2. Tabel analisis
a. Identifikasi nilai indeks risiko saat ini dan masa depan dengan tabel
Tabel 7. Pengamatan perubahan nilai indeks risiko
Wilayah | Nilai Indeks Risiko Saat Ini | Nilai Indeks Risiko Masa Depan |
---|---|---|
Kelurahan A | 0.75 | 0.80 |
... | ... | ... |
... | ... | ... |
b. Identifikasi sebaran atau distribusi wilayah berisiko
c. Penentuan fokus wilayah berisiko, ditentukan berdasarkan sebaran saat ini dan tren ke masa depan. Jika sebakin meluas maka wilayah tersebut merupakan fokus wilayah berisiko
Pokok Bahasan 4. Interpretasi hasil analisis kerentanan dan risiko perubahan iklim bidang kesehatan
a. Prioritisasi wilayah dan faktor kerentanan dan risiko
• Dasar penentuan prioritas faktor dan wilayah spesifik
Prioritas faktor dan seleksi wilayah pelaksanaan intervensi adaptasi dilakukan berdasarkan indikator prioritas terverifikasi dengan kondisi lapang dan wilayah rentan dan berisiko. Secara lengkap dijelaskan berikut.
Dasar penentuan prioritas faktor:
- Faktor kerentanan dan risiko didasarkan atas indikator yang tergolong 'Sangat Tinggi' atau memiliki indeks > 0.8 untuk komponen keterpaparan dan sensitivitas dan <0.4 untuk komponen kapasitas
- Faktor bahaya sebetulnya mencakup kondisi biofisik sehingga proritas faktor ditujukan untuk melihat potensi bahaya bukan sebagai pelaksanaan adaptasi. Untuk faktor bahaya didasarkan atas indikator yang tergolong 'Sangat Tinggi' atau memiliki indeks > 0.8.
Dasar penentuan prioritas wilayah spesifik:
- Wilayah tergolong 'Tinggi' dan 'Sangat Tinggi' atau memiliki indeks > 0.6 untuk komponen keterpaparan dan sensitivitas dan <0.4 untuk komponen kapasitas
- Termasuk wialayah dengan tingkat bahaya perubahan iklim pada bidang kesehatan tergolong 'Tinggi' dan 'Sangat Tinggi'
- Wilayah dengan kejadian KLB terbesar menjadi pertimbangan lebih
- Wilayah spesifik menjadi daerah target pembangunan pada renstra atau RPJMD wilayah
- Sumberdaya manusia dan sumberdaya lokal mendukung pelaksanaan upaya intervensi adaptasi
• Analisis hasil lapangan untuk prioritisasi wilayah dan faktor kerentanan dan risiko
Modul ini fokus kepada menganalisis hasil verifikasi lapang dengan memanfaatkan aplikasi Google Earth Pro. Hasil seluruh titik yang ditandai (waypoint) dan tracking dimasukkan kedalam Google Earth Pro. Langkah-langkah yang perlu dilakukan di antaranya:
Detail langkah:
1. Ekspor dan unduh hasil waypoint dan track kedalam .kml
• Setelah data di-export dan dikirimkan ke email atau melalui perantara lain, kemudian data diunduh untuk divisualisasikan
• Unduh file
2. Visualisasi dan overlay hasil poin 1 dengan peta bahaya, kerentanan dan risiko
Visualisasi ini ditunjukan untuk melihat hasil verifikasi lebih mudah. Visualisasi menggabungkan hasil penitikan faktor berkontribusi (waypoint), tracking, dan peta kerentanan dan risiko dalam bentuk .kml yang dibantu dengan perangkat lunak Google Earth Pro.
Sebagai contoh: hasil waypoint dan tracking di Arboretum IPB di eksport dan ditampilkan di Google Earth Pro.
Langkahnya:
• Setalah data .kml hasil verifikasi dengan GPS Essentials diunduh
• Selanjutnya, transfer data tersebut ke computer
• Buka Google Earth Pro menggunakan computer
• Input dengan cara klik file > open > pilih file "waypoint.kml"
• Hasil track/waypoint akan muncul pada peta Google Earth.
3. Analisis hasil lapang untuk prioritisasi wilayah dan faktor kerentanan dan risiko
Prioritisasi wilayah bertujuan untuk menentukan dimana wilayah yang akan dijadikan sebagai target intervensi pelaksanaan adaptasi perubahan iklim bidang kesehatan. Analisis ini dilakukan dengan melakukan identifikasi wilayah rentan dan berisiko sesuai hasil praktik lapang.
Langkahnya:
• Setelah waypoint (faktor yang berkontribusi), tracking (wilayah yang dianggap rentan dan berisiko) dan pemetaan baik bahaya, kerentanan dan risiko dioverlay di Google Earth Pro, selanjutnya
• Identifikasi bagaimana hubungan faktor-faktor yang berkontribusi dengan peta bahaya
• Identifikasi bagaimana hubungan faktor-faktor yang berkontribusi dengan peta kerentanan
• Identifikasi bagaimana hubungan faktor-faktor yang berkontribusi dengan peta risiko
• Berikut gambaran hasil pemetaan:
Pada gambar di bawah, tampak contoh overlay antara peta bahaya kekeringan di Sumba Timur, NTT dengan hasil tracking faktor-faktor berkontribusi pada bahaya bencana kekeringan.
Peserta latih harus menyusun gambar seperti di atas untuk ketiga komponen risiko perubahan iklim pada penyakit tertentu.
• Diskusikan hasil analisis
Setelah mengetahui kondisi lapang dan melihat pada peta overlay setiap kelompok harus mendiskusikan dalam menentukan wilayah yang akan menjadi prioritas target adaptasi:
No | Kecamatan | Desa/Kelurahan | Alasan Pemilihan |
---|---|---|---|
1 | ... | ... | ... |
4. Presentasi hasil lapang untuk prioritisasi faktor kerentanan dan risiko faktor kerentanan dan risiko untuk setiap kelompok
Pada Praktik Pokok Bahasan II-III telah dilakukan identifikasi indikator dan variabel komponen bahaya dan kerentanan berdasarkan perhitungan data dan memverifikasi hasilnya di lapangan. Pada bagian ini, Peserta latih akan menganalisis kesesuaian hasil perhitungan dan kondisi kenyataannya di lapangan. Berikutnya Peserta Latih perlu menentukan indikator apa saja yang perlu mendapatkan prioritas untuk diintervensi pada wilayah target.
Langkah-langkahnya diantaranya:
• Peserta latih membandingkan antara data hasil perhitungan dengan kondisi lapang
• Peserta latih menentukan indikator yang sesuai dan tidak sesuai serta menambahkan informasi mengapa bisa terjadi demikian
• Peserta latih menyusun daftar indikator prioritas yang akan diintervensi atau dilakukan upaya adaptasinya sesuai Tabel berikut.
• Peserta latih mempresentasikan hasil diskusi
Tabel 9. Contoh Identifikasi karakteristik wilayah berbahaya (indeks bahaya tinggi) pada penyakit DBD di Kota Surabaya
Indikator Prioritas | Tingkat Prioritisasi* | Kesesuaian Hasil Perhitungan dengan Kondisi Lapang (x) | Keterangan | |
---|---|---|---|---|
Iklim | CH Tahunan | |||
CH Musim Hujan | ||||
CH Bulan Maksimum Musim Hujan | ||||
Suhu udara rata-rata tahunan | ||||
Suhu udara rata-rata musim hujan | ||||
Suhu udara rata-rata maksimum musim hujan | ||||
Bio-fisik | Penggunaan Lahan | |||
Wilayah Air | ||||
Elevasi | ||||
RTH |
Tabel 10. Contoh Identifikasi karakteristik wilayah rentan pada DBD di Kota Surabaya
Variabel Prioritas | Tingkat Prioritisasi* | Kesesuaian Hasil Perhitungan dengan Kondisi Lapang (x) | Keterangan | |
---|---|---|---|---|
Keterpaparan | Kepadatan Penduduk | |||
Proporsi jumlah bangunan rumah pemukiman kumuh terhadap jumlah penduduk | ||||
Proporsi Jumlah bangunan di bantaran sungai terhadap jumlah penduduk | ||||
Jenis tempat BAB | ||||
Jenis tempat pembuangan sampah | ||||
Sensitivitas | Proporsi penduduk rentan (Usia lanjut dan anak balita | |||
Sumber air untuk minum/memasak sebagian besar keluarga | ||||
Proporsi sumber air minum keluarga non ledeng terhadap sumber air | ||||
Proporsi Penderita Penyakit DBD terhadap Jumlah Penduduk | ||||
Status Gizi Masyarakat | ||||
Proporsi keluarga di pemukiman kumuh terhadap jumlah keluarga | ||||
Proporsi keluarga di bantaran sungai terhadap jumlah keluarga | ||||
Kapasitas Adaptasi | Sarana kesehatan umum | |||
Sarana kesehatan khusus | ||||
Jarak sarana kesehatan | ||||
Kemudahan dalam mencapai | ||||
Proporsi jumlah tenaga kesehatan terhadap jumlah penduduk | ||||
Proporsi penerima jaminan kesehatan |
Untuk memahami lebih lanjut mengenai mekanisme ini, peserta akan melakukan penugasan yang tercantum pada Lembar Penugasan Materi Inti V.
b. Interpretasi hasil analisis kerentanan dan risiko
• Dasar-dasar interpretasi
Data kerentanan dan risiko perubahan iklim pada suatu jenis penyakit berbentuk data indeks (numerik) dan data visual (citra). Data tersebut belum memberikan arti dan manfaat, meskipun data yang duperoleh akurat dan mutakhir. Oleh sebab itu, agar data tersebut memberikan makna dan sesua dengan kondisi di lapangan, perlu dilakukan interpretasi dan verifikasi lapang. Interpretasi merupakan kegiatan mengkaji gambaran objek baik berupa visual (peta) maupun numerik (data tabular) dengan maksud mengidentifikasi objek dan menilai arti pentingnya objek yang tergambar pada peta atau citra tersebut (Simonett 1975; Sutanto 1986).
Dalam interpretasi, maka interpreter dalam hal ini Peserta Latih perlu melakukan beberapa penalaran dengan tahapan:
1. Deteksi
Deteksi peta merupakan pengamatan tentang adanya suatu objek, misalkan pendeteksian objek disebuah daerah dekat dengan perairan atau pengamatan area tumbuh kembang jentik di sekitar pemukiman kumuh.
2. Identifikasi
Identifikasi peta merupakan upaya mencirikan objek yang telah dideteksi dengan menggunakan keterangan yang cukup.
3. Klasifikasi
Sebagai upaya untuk melakukan penggolongan suatu objek yang diamati dan diidentifikasi, maka dilakukan klasifikasi dengan mengelompokkan kedalam tingkatan sangat baik hingga sangat parah.
4. Penilaian
Setelah dilakukan inventarisasi seluruh objek yang terdapat di wilayah identifikasi, langkah berikutnya adalah menambahkan informasi yang didapat untuk memperkaya analisis. Sebagai contoh, objek pemukiman kumuh dikalsifikasikan kondisinya sebagai objek yang parah, penilaian tambahan dituliskan misal : sedikitnya tempat pembuangan sambah di lokasi tersebut, minimnya akses sanitasi atau lainnya.
Proses identifikasi harus bersifat objektif, kewajaran, dan rasionalisasi karena objek yang ada di wilayah identifikasi mempunyai sifat dan karakteristik yang berbeda. Sifat dan karakteristik objek yang ada dipermukaan bumi yang tergambar pada peta memiliki bentukan yang sama, sedangkan ukuran objek yang tergambar memiliki sifat dan karakteristik berbeda.
• Persiapan bahan interpretasi
Sebelum melakukan praktik lapang, Peserta Latih perlu mempersiapkan beberapa bahan termasuk instrumen yang akan digunakan dalam interpretasi dan verifikasi hasil kerentanan dan risiko ke lapangan. Oleh karenanya, dalam bagian ini Peserta Latih akan melakukan praktik dalam mempersiapkan alat dan bahan yang akan digunakan untuk verifikasi wilayah dan identifikasi faktor yang berkontribusi pada tingkat kerentanan dan risiko.
Detail langkah:
1. Instalasi Sistem informasi Geografis berupa GPS Essesntials
Salah satu instrumen Sistem informasi Geografis yang akan digunakan dalam hal ini adalah Global Positioning System (GPS). GPS adalah suatu sistem untuk menentukan posisi objek di permukaan bumi dengan bantuan sinyal satelit. GPS dapat memberikan posisi suatu objek di permukaan bumi dengan akurat dan cepat berdasarkan tiga dimensi koordinat yaitu lintang (latitude), bujur (longitude), dan ketinggian (altitude).
Ada berbagai jenis GPS yang berkembang seperti GPS navigasi; GPS Pemetaan; GPS Geodetik; dan Assisted-GPS. Pada pelatihan ini, GPS yang akan didiskusikan adalah GPS Pemetaan sesuai dengan tujuan praktik. GPS untuk kegiatan pemetaan biasanya mengunakan standar hand-held GPS dengan akurasi 1 - 3 meter. GPS ini yang paling umum dan banyak digunakan, memiliki berbagai tipe dengan spesifikasi yang relatif sama kecuali untuk berbagai aksesoris yang menjadi pembeda.
Saat ini perkembangan GPS semakin mudah digunakan pengguna melalui pengembangnya pada Smartphone. GPS yang dipasang pada smartphone disebut Assisted-GPS (A-GPS). Salah satu aplikasi A-GPS yang masuk ke dalam aplikasi terbaik pada Smartphone adalah GPS Essentials (kompilasi dari berbagai sumber). Meskipun GPS Essentials hanya dapat digunakan secara online, namun aplikasi ini memiliki kelebihan yaitu kelengkapan berita data yang mampu didapatkan oleh penggunanya, mampu membaca kecepatan pergerakan, dan dapat menampilkan visualisasi peta tiga dimensi dengan fitur HUD (Head-Up Display) sehingga kualitas gambar peta yang disajikan lebih menarik. Oleh sebab itu, dari berbagai pertimbangan di atas, GPS Essentials akan digunakan sebagai instrumen utama pendukung kegiatan praktik lapang dalam verifikasi wilayah rentan dan berisiko sekaligus identifikasi faktor-faktor yang berkontribusi didalamnya. Gambar berikut menampilkan contoh hand-held GPS (GPS Jenis pemetaan) yang banyak dipakai untuk pemetaan yang memiliki ketangguhan tinggi dengan spesifikasi yang sudah disesuaikan dengan keperluan penggunaan di lapang.
Untuk mengetahui lebih lanjut dalam penggunaan aplikasi GPS Essesntials, Peserta Latih perlu mengikuti praktik berikut :
• Instalasi GPS Essensial
♦ Unduh aplikasi GPS Essentials pada smartphone menggunakan Google Play
♦ Install
• Penggunaan GPS pada Smartphone - Membuat Waypoint
♦ Menyalakan 'location detection' pada smartphone
♦ Buka aplikasi GPS Essential yang telah didownload
♦ Pilih menu Waypoint, klik ikon "+" maka otomatis posisi lintang bujur akan terekam, tambahkan nama dan deskripsi waypoint lalu klik Create, maka waypoint sudah terbentuk
♦ Berikut contoh : penentuan waypoint di Arboretum IPBN dengan GPS Essentials
Buka aplikasi GPS Essensial di smartphone, pilih Waypoint, klik ikon "+" maka otomatis posisi lintang bujur akan terekam, tambahkan simbol dan nama waypoint "Arboretum Fahutan IPB" lalu klik Create, maka waypoint sudah terbentuk.
Untuk mengetahui informasi titik tersebut, maka klik waypoint "Arboretum" yang telah dibuat, Map, klik layar peta, klik Dashboard yang masih kosong di bagian bawah peta, kemudian pilih parameter-parameter yang dibutuhkan, misalnya: Battery Temperature, Average Speed, Accuracy, Latitude, dan Longitude.
• Penggunaan GPS pada Smartphone - Membuat Track
♦ Pilih menu Waypoint, klik ikon "+", klik Start maka track dimulai.
♦ Untuk selesai membuat track, maka klik ikon kotak stop
♦ Untuk mengubah nama track, sentuh dan tahan track yang sudah terekam lalu pilih ikon "Pen", ubah nama track yang diinginkan, lalu klik Save
♦ Berikut contoh membuat track keliling Arboretum IPB dengan GPS Essentials
Klik ikon "+" pada waypoint, pilih menu Track di bagian atas layar kemudian Start untuk memulai perjalanan track. Selanjutnya buka ikon "track" di bagian kiri atas layar, pilih "start" untuk memulai tracking dan pilih ikon "stop" untuk mengakhiri tracking.
• Mengekspor File
♦ Sentuh dan tahan waypoint atau track yang telah kita buat
♦ Pilih Export untuk data ekstensi ".kml", beri nama file lalu simpan file di kartu microSD yang terpasang pada smartphone atau kirim melalui e-mail, dimasukan kedalam dropbox atau metode lainnya sesuai kebutuhan
2. Mempersiapkan peta identifikasi
Peta identifikasi merupakan peta yang sebelumnnya dihasilkan pada Praktik pokok bahasan I. Peta yang dipersiapkan adalah peta kerentanan, sensitivitas, kapasitas, keterpaparan dan bahaya dalam bentuk .kml. Peta tersebut berikutnya ditampilkan pada Google earth. Penggunaan Google Earth akan memudahkan pengguna karena aplikasi ini yang tersedia secara daring peta rupa bumi (RBI) yang tersedia dengan skala 25 ribu yang merupakan alternatif peta yang dapat digunakan untuk pelatihan pemetaan partisipatif yang dilakukan.
3. Mempersiapkan tabel verifikasi wilayah rentan dan berisiko dan identifikasi faktor berkontribusi
Setelah memahami penggunaan Aplikasi GPS Essential, langkah berikutnya sebelum ke lapang adalah mempersiapkan bahan-bahan yang akan diverifikasi dan diidentifikasi.
Dalam verifikasi wilayah berisiko, terdapat 2 hal utama yang perlu dilakukan yaitu identifikasi wilayah berbahaya akan suatu jenis penyakit dan wilayah rentan.
Bahan-bahan untuk verifikasi diantaranya:
Bahan Identifikasi karakteristik fisik dan iklim wilayah pada Komponen Bahaya dan Kerentanan
Isikan data lembar survei dibawah ini sesuai contoh:
Lembar Survei GPS
Nama Surveyor : Tri Atmaja Sutoro
Tanggal Survei : 28 Februari 2017
Nomor Lembar Survei : 001
Indikator Survei : Komponen Bahaya
Informasi Wilayah Verifikasi:
Lokasi : Kelurahan Wonokromo (lokasi ini sesuai dengan pilihan wilayah rentan dan berisiko pada pelatihan poko bahasan I) di Kota Surabaya
Histori Kejadian Penyakit : 2014 terjadi KLB DBD
Dampak : 258 Balita menjadi korban, 15 balita meninggal
Tabel 7. Identifikasi karakteristik wilayah berbahaya (indeks bahaya tinggi)
variabel | Waypoint | Kondisi Lapang | Koordinat | ID Foto | |
---|---|---|---|---|---|
Iklim | CH Tahunan | cht | Hujan sangat jarang | 8o36'59.4"S & 120o30'59.0"E | 002_CH1 |
CH Musim Hujan | |||||
CH Bulan Maksimum Musim Hujan | |||||
Suhu udara rata-rata tahunan | |||||
Suhu udara rata-rata musim hujan | |||||
Suhu udara rata-rata maksimum musim hujan | |||||
Bio-fisik | Penggunaan Lahan | ||||
Wilayah Air | |||||
Elevasi | |||||
RTH |
Tabel 8. Identifikasi karakteristik wilayah rentan
Variabel | Waypoint | Pilihan Jawaban* | Kondisi Lapang | Koordinat | ID Foto | |
---|---|---|---|---|---|---|
Keterpaparan | Kepadatan Penduduk | Sangat Rendah
Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi |
||||
Proporsi jumlah bangunan rumah pemukiman kumuh terhadap jumlah penduduk | Tidak Kumuh
Kumuh Sangat Kumuh |
|||||
Proporsi Jumlah bangunan di bantaran sungai terhadap jumlah penduduk | Di bantaran Sungai
Tidak dibantaran sungai |
|||||
Jenis tempat BAB | Jamban sendiri
Jamban bersama Jamban umum Bukan jamban |
|||||
Jenis tempat pembuangan sampah | Tempat sampah, kemudian diangkut
Dalam lubang atau dibakar Sungai/saluran irigasi/danau/laut Drainase (got/selokan) Lainnya |
|||||
Sensitivitas | Proporsi penduduk rentan (Usia lanjut dan anak balita | Sangat Rendah
Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi |
||||
Sumber air untuk minum/memasak sebagian besar keluarga | 1. Air kemasan
2. Ledeng dengan meteran (PAM/PDAM) 3. Ledeng tanpa meteran 4. Sumur bor atau pompa 5. Sumur 6. Mata air 7. Sungai/danau/kolam 8. Air hujan |
|||||
Proporsi sumber air minum keluarga non ledeng terhadap sumber air | Non kemasan
Non ledeng Non ledeng eceran |
|||||
Proporsi Penderita Penyakit DBD terhadap Jumlah Penduduk | Sangat Rendah
Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi |
|||||
Status Gizi Masyarakat | Sangat Rendah
Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi |
|||||
Proporsi keluarga di pemukiman kumuh terhadap jumlah keluarga | Sangat Rendah
Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi |
|||||
Proporsi keluarga di bantaran sungai terhadap jumlah keluarga | Sangat Rendah
Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi |
|||||
Kapasitas Adaptasi | Sarana kesehatan umum | Tidak ada
Tersedia |
||||
Sarana kesehatan khusus | Tidak ada
Tersedia |
|||||
Jarak sarana kesehatan | Sangat Dekat
Dekat Sedang Sangat Jauh |
|||||
Kemudahan dalam mencapai | Sangat mudah
Mudah Sulit Sangat sulit |
|||||
Proporsi jumlah tenaga kesehatan terhadap jumlah penduduk | Sangat Rendah
Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi |
|||||
Proporsi penerima jaminan kesehatan | Sangat Rendah
Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi |
• Interpretasi hasil analisis kerentanan dan risiko
Verifikasi lapang dilakukan untuk mengevaluasi hasil pemetaan wilayah rentan dan berisiko. Tujuan verifikasi adalah untuk mendapatkan wilayah prioritas dan indikator dominan yang berkontribusi pada tingkat kerentanan dan risiko wilayah. Verifikasi yang dilakukan diantaranya:
Detail langkah:
1. Penyusunan wilayah target verifikasi
Target wilayah verifikasi lapang ditentukan berdasarkan hasil PRAKTIK pada pokok bahasan I. Berikut contoh penyusunan wilayah target verifikasi
No | Kecamatan | Desa | Alasan Pemilihan |
---|---|---|---|
1 | Wonokromo | Sawunggaling
Wonokromo .... |
Lokasi program kesehatan masyarakat dan merupakan wilayah rentan dan berisiko |
2 | Semampir | Wonokusumo
Ujung |
Pernah terjadi KLB DBD |
2. Verifikasi lapang pada wilayah target
Peserta menggunakan GPS Essential dan Tabel Verifikasi (Tabel 7 dan 8) untuk identifikasi
Langkah dalam proses verifikasi mengikuti:
• Tracking dan Waypoint faktor-faktor yang berkontribusi pada kerentanan dan risiko. Faktor-faktor yang dianggap berkontribusi didasarkan atas variabel atau indikator kerentanan dan risiko di suatu wilayah. Misalkan indikator sanitasi, maka peserta latih perlu menandai daerah atau objek-objek yang dianggap berkaitan dengan sanitasi. Misalkan kondisi MCK, Drainase, dan sumur bersama.
• Mencatat kondisi lapang
• Mencatat titik atau koordinat hasil waypoint
• Memfoto dan menamai foto dengan memberikan ID (ID Foto)
• setelah semua data lengkap, langkah terakhir adalah penyusunan data terkoleksi
3. Kompilasi Hasil Verifikasi
Setelah verifikasi selesai, seluruh data yang didapatkan harus dikompilasi menjadi satu untuk memudahkan analisis berikutnya. Hasil tersebut diringkas seperti Tabel 7 dan 8. Sementara, hasil tracking proses verifikasi dan penandaan faktor-faktor yang dianggap berkontribusi harus dikumpulkan dalam bentuk softfile kepada Pelatih.
4. Verifikasi lapang telah selesai
Untuk memahami lebih lanjut mengenai mekanisme ini, peserta akan melakukan penugasan yang tercantum pada Lembar Penugasan Materi Inti V.