ModulPelatihan
Ke Menu Utama

VII. URAIAN MATERI

Pokok Basahan 1. Konsep pemberdayaan masyarakat dengan metode partisipatif

a. Pengertian Pemberdayaan Masyarakat Secara Partisipatif

Pemberdayaan masyarakat merupakan suatu proses pembangunan di mana masyarakat berinisiatif untuk memperbaiki situasi dan kondisi diri mereka sendiri. Hal ini sangat penting dalam kegiatan adaptasi perubahan iklim yang terjadi yang berdampak pada Kesehatan. Melalui Pemberdayaan masyarakat diharapkan proses dan hasil pembangunan lebih dapat ditingkatkan dan berkelanjutan, karena masyarakat lebih berperan sebagai subyek pembangunan dan bukan sekedar obyek penerima manfaat saja. Dalam pemberdayaan perlu suatu upaya untuk memotivasi dan membangkitkan kesadaran masyarakat untuk mengenali masalah yang dihadapi, memecahkan masalah yang ada dengan potensi yang mereka miliki, untuk itu diperlukan fasilitator yang mempunyai pengetahuan, kemampuan dan ketrampilan.

Sebagai langkah nyata dalam menerapkan hasil kajian dan rancangan adaptasi, maka upaya implementasi dengan diiringi keterlibatan masyarakat merupakan langkah tepat sehingga program yang diusulkan sesuai dengan target. Upaya keikutsertaan masyarakat inilah yang disebut sebagai kegiatan partisipatif.

Dalam proses pemberdayaan masyarakat, diiringi dengan kegiatan partisipatif, dilakukan dengan suasana cair dan tidak formal. Hal yang paling mendasar dari proses partisipatif adalah telah adanya kesamaan persepsi dan tujuan antara komunitas terkait tujuan dari pengkajian itu sendiri.

Pada modul ini, kegiatan pemberdayaan masyarakat secara partisipatif akan difokuskan pada beberapa poin berikut :

Berikut detail penjelasan masing-masing poin :

1. Analisis kerentanan dan risiko perubahan iklim bidang kesehatan di wilayah - secara partisipatif

Merupakan kegiatan awal dengan mempelajari wilayah tujuan; bagaimana kondisi sosial - budaya, ekonomi, geografis, geomorfologis, maupun historis penyakit. Analisis ini berdasarkan atas hasil pemetaan kerentanan dan risiko (Modul IV). Sebagai bahan tambahan, analisis juga dapat menggunakan refrensi yang sudah ada, baik berdasarkan atas berbagai laporan penelitian, laporan kegiatan, data statistik, maupun lainnya. Untuk itu, fasilitator menyiapkan peta kerentanan dan risiko wilayah terpilih berdasarkan hasil olahan yang sudah disiapkan sebelumnya. Tujuan kajian awal ini adalah untuk mengetahui, bagaimana kondisi wilayah sebelum melakukan langkah lebih lanjut dan mengajarkan masyarakat dalam menelaah kondisi kerentanan dan risiko wilayahnya secara mandiri.

Hasil analisis akan menjadi dasar apa yang penting yang harus dilakukan, termasuk mengurus perizinan jika diperlukan atau pemberitahuan kepada instansi berwenang, menyusun strategi, pembagian tugas atau lainnya yang dibutuhkan. Secara lebih jelasnya bagian ini akan dijelaskan pada bagian Pokok Bahasan 2.

2. Observasi - Penjajakan cepat wilayah dan sistem sosial serta lingkungan (iklim)

Observasi merupakan langkah berikutnya untuk melihat secara langsung kondisi wilayah, sistem sosial budaya, ekonomi dll. Kegiatan ini digunakan sebagai penjajakan awal penyusunan adaptasi perubahan iklim dan sinerginya dalam kondisi lokal.

Pada saat observasi, menjadi saat yang tepat untuk mengidentifikasi dan menganalisis karakteristik lokal yang dapat digunakan dalam pelaksanaan adaptasi maupun dapat dioptimalkan penggunaannya apabila sudah digunakan sebelumnya. Proses observasi, selain untuk melihat kondisi sosial-budaya, juga sekaligus untuk melihat sarana dan prasana pendukung yang tersedia dan dibutuhkan untuk proses kajian. Selain itu, masa observasi juga dilakukan identifikasi sumber daya manusia dan sumber daya lokal (SDM-SDL) di wilayah prioritas. SDM termasuk pada keberadaan adat istiadat setempat maupun kearifan lokal yang dapat disinergikan dengan proses adaptasi. Sementara SDL adalah kondisi fisik lingkungan yang dapat mendukung kegiatan adaptasi.

3. Identifikasi kelembagaan dan aktor lokal

Analisis kelembagaan dan aktor lokal yang dimaksud adalah mendalami berbagai informasi yang telah diperoleh sebelumnya, baik saat kajian pendahuluan hingga observasi. Identifikasi kelembagaan dan aktor lokal harus spesifik sesuai dengan kebutuhan pelaksanaan adaptasi. Identifikasi dilakukan dapat dimulai dengan memetakan kebutuhan data dan informasi, siapa yang mengetahui atau memiliki data dan informasi, bagaimana karakteristik aktor atau lembaga yang bersangkutan, bagaimana cara mendapatkannya dll. Hasil identifikasi ini menjadi penting, selain untuk mendapatkan data dan informasi yang dibutuhkan - juga bertujuan untuk mengevaluasi kapasitas masyarakat di wilyah prioritas.

4. Pendekatan dan internalisasi tujuan dan proses

Hasil analisis aktor selanjutnya ditindak lanjuti dengan melakukan pendekatan kepada aktor-aktor dan kelembagan terkait. menyampaikan informasi terkait tujuan jangka pandek, menengah maupun jangka panjang terkait pengkajian, substansi proses partisipatif yang merupakan media transfer pengetahuan antar komunitas sampai rencana membangun komitmen dan kesepakatan bersama dalam meminimalisasi dampak perubahan iklim pada bidang kesehatan.

Tujuan utama dalam proses pendekatan dan internalisasi adalah menyusun rekomendasi pilihan aksi adaptasi prioritas sesuai wilayah. Sehingga dalam proses ini akan dibuka ruang dialog, menggali dan mengembangkan gagasan terkait proses serta pembagian peran yang mungkin bisa dilakukan oleh aktor-aktor maupun kelembagaan setempat. Sehingga proses ini, bisa jadi akhirnya menjadi agenda bersama lembaga atau komunitas setempat. Selain itu, proses ini juga dilakukan alokasi peran dan fungsi para pihak dalam pelaksanaan aksi adaptasi sehingga akan membuat pelaksanaan aksi adaptasi di masyarakat dapat berjalan efisien.

5. Pemberdayaan dan implementasi rencana aksi

Penyusunan rencana aksi komunitas dibuat setelah komunitas memahami risiko yang dihadapi maupun sumberdaya lokal yang dimilikinya dan aktor dalam implementasi aksi adaptasi. Kesadaran atas risiko kesehatan menjadi penentu dari penyusunan rencana aksi itu sendiri.

Untuk itu, selama proses pemberdayaan - membangun kesadaran akan pentingnya adaptasi sebagai bagian dari mengurangi dampak perubahan iklim pada bidang kesehatan harus terus dibangun.

Beberapa informasi tambahan mungkin dibutuhkan sebelum atau saat penyusunan rencana aksi. Informasi terkait kebijakan pembangunan, sistem perencanaan pembangunan, pendanaan, tugas dan fungsi SKPD, maupun informasi lain yang relevan terkait pengurangan risiko penyakit akibat perubahan iklim. Seperti informasi ilmiah terkait dampak perubahan iklim, geologis maupun lainnya.

Informasi ini akan melangkapi proses pemberdayaan yang dilakukan secara bersama-sama oleh komunitas menjadi satu rencana aksi yang utuh. Apa yang tidak dapat dilakukan oleh komunitas, dapat dilakukan oleh pihak luar, termasuk pemerintah atau sektor swasta.

6. Monitoring dan evaluasi

Monitoring (pemantauan) dan evaluasi merupakan proses yang terus menerus dilakukan untuk memastikan bagian-bagian kegiatan maupun seluruh proses sesuai dengan perencanaan dan mencapai tujuan dan hasil. Proses monitoring dan evaluasi dapat dibuat dan disepakati bersama aktor-aktor penting yang telah terpetakan maupun dengan tim yang dibentuk dari komuntas.

Hal yang terpenting dari proses pemantauan dan evaluasi adalah kejelasan indikator yang dapat menenujukan kesesuaian antara waktu, capaian yang mendukung tujuan maupun proses yang berjalan sebagaimana direncanakan. Perubahan dapat saja terjadi, namun harus tetap dipastikana tidak mempengaruhi hasil dan tujuan serta prinsip-partisipatif itu sendiri. Tujuan penyusunan bahan monitoring dan evaluasi adalah agar setalah proses pemberdayaan selasai, pelaksanaan adaptasi dapat dipantau dan dinilai oleh masyarakat secara mandiri.

b. Tugas dan tanggung jawab nakes dalam pemberdayaan masyarakat terkait aksi adaptasi perubahan iklim bidang kesehatan

Peran petugas kesehatan dalam adaptasi perubahan iklim antara lain:

a) Sebagai pengelola program

Menetapkan tujuan, menyusun Modul, perencanaan, melaksanakan kegiatan, memantau dan mengevaluasi, melakukan perbaikan , dan pengembangan

b) Sebagai pelaksana sosialisasi & advokasi

Melakukan sosialisasi dan advokasi perubahan iklim pengarus utamaan perubahan iklim dalam pembangunan

c) Sebagai fasilitator/pemberdayaan masyarakat

Melakukan adaptasi perubahan perilaku masyarakat agar masyarakat tahu, mampu dan mau melakukan adaptasi perubahan iklim di bidang kesehatan. (Enabling / memfasilitasi timbulnya potensi masyarakat, Empowering/ memperkuat potensi dan daya masyarakat)

Tanggung jawab petugas kesehatan dalam adaptasi perubahan iklim antara lain:

a) Sebagai Fasilitator Adaptasi Perubahan Iklim

Strategi adaptasi sektor kesehatan terhadap dampak perubahan iklim meliputi :
1. Melaksanakan sosialisasi dan advokasi terhadap dampak perubahan iklim pada sektor kesehatan
2. Melakukan pemetaan populasi daerah rentan perubahan iklim
3. Meningkatkan sistem tanggap perubahan iklim
4. Menyusun peraturan dan perundang-undangan
5. Meningkatkan keterjangkauan pelayanan kesehatan
6. Meningkatkan kapasitas sumberdaya
7. Meningkatkan pengendalian dan pencegahan penyakit akibat perubahan iklim sesuai kondisi setempat
8. Menjalin kemitraan
9. Melakukan pemberdayaan masyarakat
10. Melakukan surveillance dan peningkatan sistem informasi

b) Aparatur Pemerintah

Mengacu pada Permenkes 1018 Tahun 2009 Tentang Strategi Adaptasi Sektor Kesehatan Terhadap Dampak Perubahan Iklim Pasal 6 hingga 8 di sebutkan tugas pelayan kesehatan dari tingkat pemerintah hingga Kabupaten/Kota terhadap perubahan iklim. Adapun tugas tersebut sebagai berikut:

1. Pemerintah Pusat

a. Menyusun norma, standar, Modul, dan kriteria adaptasi sektor kesehatan terhadap dampak perubahan iklim
b. Melaksanakan advokasi dan sosialisasi adaptasi perubahan iklim bidang kesehatan tingkat nasional
c. Melakukan kemitraan dengan pemangku kepentingan terkait adaptasi perubahan iklim
d. Menyelenggarakan peningkatan kapasitas sumber daya manusia bidang kesehatan;
e. Mengembangkan teknologi tepat guna;
f. Melakukan fasilitasi, bimbingan teknis, monitoring, dan evaluasi
g. Melaksanakan sistem kewaspadaan dini sesuai tugas pokok dan fungsi.

2. Pemerintah daerah provinsi

a. Menyusun peraturan daerah yang berkaitan dengan adaptasi sektor kesehatan terhadap dampak perubahan iklim dengan prioritas lokasi dan musim
b. Melaksanakan advokasi untuk mendapatkan dukungan dalam rangka adaptasi dampak perubahan iklim
c. Melaksanakan sosialisasi dan mengimplementasikan peraturan perundang-undangan mengenai adaptasi perubahan iklim bidang kesehatan
d. Melaksanakan penyusunan bahan penyuluhan, sosialisasi, komunikasi, informasi, dan edukasi tentang adaptasi perubahan iklim bidang kesehatan
e. Melaksanakan peningkatan kapasitas sumber daya manusia bidang kesehatan
f. Melaksanakan promosi kesehatan tentang adaptasi sektor kesehatan terhadap dampak perubahan iklim
g. Melakukan fasilitasi, bimbingan teknis, monitoring, dan evaluasi
h. Melakukan analisis data kejadian penyakit dengan parameter iklim dan menentukan lokasi rentan dan menentukan strategi adaptasinya
i. Melaporkan hasil pelaksanaan adaptasi perubahan iklim kepada Direktur Jenderal yang bertanggung jawab di bidang Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.

3. Pemerintah daerah kabupaten/kota

a. Menyusun peraturan daerah yang berkaitan dengan adaptasi sektor kesehatan terhadap dampak perubahan iklim
b. melaksanakan advokasi untuk mendapatkan dukungan dalam rangka adaptasi dampak perubahan iklim
c. Melaksanakan sosialisasi dan mengimplementasikan peraturan perundang undangan mengenai adaptasi sektor kesehatan terhadap dampak perubahan iklim
d. Melaksanakan penyusunan bahan penyuluhan, sosialisasi, komunikasi, informasi, dan edukasi tentang adaptasi sektor kesehatan terhadap dampak perubahan iklim
e. Melaksanakan peningkatan kapasitas sumber daya manusia bidang kesehatan
f. Melaksanakan promosi kesehatan tentang adaptasi sektor kesehatan terhadap dampak perubahan iklim
g. Melakukan fasilitasi, bimbingan teknis, monitoring, dan evaluasi
h. Melakukan analisis data kejadian penyakit dengan parameter iklim dan menentukan lokasi rentan dan menentukan strategi adaptasinya
i. Melaksanakan inspeksi sanitasi dengan menambah parameter iklim
j. Melakukan pemantauan faktor risiko kesehatan akibat perubahan iklim
k. Melakukan pencatatan dan pelaporan kejadian penyakit terkait dengan perubahan iklim

c. Prinsip Pemberdayaan Masyarakat

Ada beberapa prinsip dasar pemberdayaan masyarakat yang perlu dipahami. Dalam pemberdayaan masyarakat dikenal istilah pengorganisasian masyarakat (community organization) dan pengembangan masyarakat (community development). Keduanya berorientasi pada proses pemberdayaan masyarakat menuju tercapainya kemandirian melalui keterlibatan dan peran serta aktif dari keseluruhan anggota masyarakat. Lima prinsip dasar pemberdayaan masyarakat adalah:

1. Menumbuhkembangkan kemampuan, peran serta masyarakat dan semangat gotong royong.
2. Melibatkan partisipasi masyarakat baik dalam perencanaan maupun pelaksanaan, serta dalam operasi dan pemeliharaan. Berbasis masyarakat (community based), memberikan kesempatan mengemukakan pendapat, memilih dan menetapkan keputusan bagi dirinya (voice and choice), keterbukaan (openness), kemitraan (partnership), kemandirian (self reliance).
3. Menggalang kemitraan dengan berbagai pihak untuk memaksimalkan sumber daya, khususnya dalam dana, baik yang berasal dari pemerintah, swasta maupun sumber lainnya seperti penyandang dana dan sponsor pembangunan sosial.
4. Fasilitator berperan sebagai pendorong dan pendamping masyarakat dalam mencari solusi permasalahan yang mereka hadapi.

d. Tahapan pemberdayaan masyarakat

Adapun tahapan kegiatan pemberdayaan masyarakat yaitu penyadaran, menunjukkan adanya masalah, membantu pemecahan masalah, memproduksi dan mempublikasi informasi, melakukan pengujian dan demonstrasi, menunjukkan pentingnya perubahan dan akhirnya melaksanakan pemberdayaan/penguatan kapasitas. Untuk dapat memaksimalkan pemberdayaan masyarakat, diperlukan pendekatan-pendekatan berupa:

1. Pendekatan Mikro: berpusat pada tugas, pemberdayaan dilakukan terhadap penerima manfaat secara langsung berupa bimbingan, konseling, stress management dan crisis intervention.
2. Pendekatan Meso: dilakukan terhadap sekelompok penerima manfaat, pemberdayaan dengan menggunakan kelompok, berupa pelatihan dan pendidikan
3. Pendekatan Makro: berupa perumusan kebijakan, perencanaan sosial, kampanye, aksi sosial, lobi-lobi, pengorganisasian masyarakat, manajemen konflik, dan lain-lain. Selain pendekatan-pendekatan tersebut diatas, diperlukan juga strategi pemberdayaan masyarakat berupa pengembangan sumber daya manusia, pengembangan kelembagaan kelompok, pemupukan modal masyarakat (swasta), pengembangan usaha produktif dan penyedia tepat guna.

e. Metode partisipatif dalam pemberdayaan masyarakat

Metode pembelajaran yang diterapkan pada modul ini dilakukan melalui curah pendapat, Ceramah Tanya Jawab (CTJ), bahan pendukung (Peta hasil kerentanan dan risiko, Micro-teaching), video dan diskusi kelompok. Sementara itu, dalam upaya pemberdayaan berbasis partisipatori dengan masyarakat maka perlu dilakukan metode-metode berikut pada setiap langkahnya:

Participatory dilakukan dengan trigering methods yang bertujuan untuk memicu masyarakat agar mau melakukan
Tipology: appropriateness, applicability, feasibility, cost benefits yang bertujuan untuk menelaah kesesuaian program di masyarakat
Implementation and management dilakukan dengan POAC (Planning, Organizing, Actuating dan Controlling) dan MonEv (Monitoring and Evaluation) sebagai bahan monitoring dan evaluasi

Proses Implementasi

Secara umum proses Implementation and Management dilakukan dengan menggunakan metode POAC (Planning, Organizing, Actuating dan Controlling). Dalam ranah manajemen menggunakan prinsip POAC banyak digunakan oleh organisasi dewasa ini untuk memajukan dan mengelola dan mengimplementasikan kegiatan atau program. Berikut langkah-langkah dalam proses implementasi tersebut :

Tahap 1 : Planning

Planning meliputi pengaturan tujuan dan mencari cara bagaimana untuk mencapai tujuan tersebut. Planning telah dipertimbangkan sebagai fungsi utama manajemen dan meliputi segala sesuatu yang fasilitator kerjakan. Di dalam planning, fasilitator memperhatikan masa depan, dengan kata kunci "Apa yang ingin dicapai dan bagaimana langkah melakukannya".

Membuat keputusan biasanya menjadi bagian dari perencanaan karena setiap pilihan dibuat berdasarkan proses penyelesaian setiap rencana. Planning penting karena banyak berperan dalam menggerakan fungsi manajemen yang lain.

Dalam perencanaan, ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan, yaitu harus memperhatikan prinsip SMART :

• Specific; artinya perencanaan harus jelas maksud maupun ruang lingkupnya. Tidak terlalu melebar dan terlalu idealis dalam pemberdayaan.
• Measurable dan appropriateness artinya program kerja atau rencana harus dapat diukur tingkat keberhasilannya dan layak dilakukan.
• Applicable dan Achievable artinya dapat dicapai. Jadi bukan anggan-angan.
• Realistic dan feasible artinya sesuai dengan kemampuan dan sumber daya yang ada. Tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sulit. Tapi tetap ada tantangan, namun telah disesuaikan dengan keadaan dan potensi lokal yang tersedia, termasuk kalau ada peraturan maupun kearifan lokal yang dapat mendukung.
• Time dan cost benefits artinya ada batas waktu yang jelas. Mingguan, bulanan, triwulan, semesteran atau tahunan. Sehingga mudah dinilai dan dievaluasi. Selain itu, perlu pula mempertimbangkan aspek keuntungan dan kerugian apabila melakukan program tersebut.

Tahap 2 : Organizing

Organizing adalah proses dalam memastikan kebutuhan manusia dan fisik setiap sumber daya tersedia untuk menjalankan rencana dan mencapai tujuan yang berhubungan dengan organisasi. Organizing juga meliputi penugasan setiap aktifitas, membagi pekerjaan ke dalam setiap tugas yang spesifik, dan menentukan siapa yang memiliki hak untuk mengerjakan beberapa tugas. Disinilah fungsi pemetaan tokoh-tokoh masyarakat dalam upaya adaptasi bidang kesehatan sangat diperlukan.

Aspek utama lain dari organizing adalah pengelompokan kegiatan ke departemen atau beberapa subdivisi lainnya. Misalnya kepegawaian, untuk memastikan bahwa sumber daya manusia diperlukan untuk mencapai tujuan organisasi. Memekerjakan orang untuk pekerjaan merupakan aktifitas kepegawaian yang khas. Agar tujuan tercapai maka dibutuhkan pengorganisasian. Dalam organisasi biasanya diwujudkan dalam bentuk bagan organisasi. Yang kemudian dipecah menjadi berbagai jabatan. Pada setiap jabatan biasanya memiliki tugas, tanggung jawab, wewenang dan uraian jabatan (Job Description).

Semakin tinggi suatu jabatan biasanya semakin tinggi tugas, tanggung jawab dan wewenangnya. Biasanya juga semakin besar penghasilannya. Dengan pembagian tugas tersebut maka pekerjaan menjadi ringan. Disinilah salah satu prinsip dari manajemen. Yaitu distribusi tugas sesuai dengan keahliannya masing-masing.

Tahap 3 : Actuating

Perencanaan dan pengorganisasian yang baik kurang berarti bila tidak diikuti dengan pelaksanaan kerja. Untuk itu maka dibutuhkan kerja keras, kerja cerdas dan kerjasama. Semua sumber daya manusia dan sumberdaya lokal yang ada harus dioptimalkan untuk mencapai visi, misi dan program adaptasi. Pelaksanaan aksi adaptasi harus sejalan dengan rencana kerja yang telah disusun. Kecuali memang ada hal-hal khusus sehingga perlu dilakukan penyesuian. Setiap SDM harus bekerja sesuai dengan tugas, fungsi dan peran, keahlian dan kompetensi masing-masing SDM untuk mencapai visi, misi dan program kerja organisasi yang telah ditetapkan.

Tahap 4 : Controlling

Agar pekerjaan berjalan sesuai dengan visi, misi, aturan dan program kerja maka dibutuhkan pengontrolan. Baik dalam bentuk supervisi, pengawasan, inspeksi hingga audit. Kata-kata tersebut memang memiliki makna yang berbeda, tapi yang terpenting adalah bagaimana sejak dini dapat diketahui penyimpangan-penyimpangan yang terjadi. Baik dalam tahap perencanaan, pelaksanaan maupun pengorganisasian. Sehingga dengan hal tersebut dapat segera dilakukan koreksi, antisipasi dan penyesuaian-penyesuaian sesuai dengan situasi dan kondisi maupun konflik lokal.

Pokok Basahan 2. Pemberdayaan masyarakat dalam aksi adaptasi perubahan iklim bidang kesehatan

a. Pra pemberdayaan

Advokasi dan koordinasi dengan pemerintah lokal

Advokasi adalah usaha untuk mempengaruhi kebijakan publik melalui macam-macam bentuk komunikasi persuasif (JHU, 1999). Advocacy is a combination on individual and action to design to gain political commitment, policy support, social acceptance and system support for particular health goal programs (WHO, 1989). Advokasi kesehatan dapat diartikan juga suatu rangkaian komunikasi strategis yang dirancang secara sistematis dan dilaksanakan dalam kurun waktu tertentu baik oleh individu maupun kelompok agar pembuat keputusan membuat suatu kebijakan publik yang menguntungkan masyarakat.

Advokasi adalah upaya atau proses yang strategis dan terencana untuk mendapatkan komitmen dan dukungan dari pihak-pihak yang terkait (stakeholders). Berbeda dengan bina suasana, advokasi diarahkan untuk menghasilkan dukungan yang berupa kebijakan (misalnya dalam bentuk peraturan perundang-undangan), dana, sarana, dll. Stakeholders yang dimaksud bisa tokoh masyarakat formal yang umumnya berperan sebagai penentu kebijakan pemerintahan dan penyandang dana pemerintah. Juga dapat berupa tokoh-tokoh masyarakat informal seperti tokoh agama, tokoh adat, dan lain-lain yang umumnya dapat berperan sebagai penentu "kebijakan" (tidak tertulis) di bidangnya. Yang juga tidak boleh dilupakan adalah tokoh-tokoh dunia usaha, yang diharapkan dapat berperan sebagai penyandang dana non-pemerintah. Pada diri sasaran advokasi umumnya berlangsung tahapan-tahapan, yaitu (1) mengetahui atau menyadari adanya masalah, (2) tertarik untuk ikut mengatasi masalah, (3) peduli terhadap pemecahan masalah dengan mempertimbangkan berbagai alternatif pemecahan masalah, (4) sepakat untuk memecahkan masalah dengan memilih salah satu alternatif pemecahan masalah, dan (5) memutuskan tindak lanjut kesepakatan. Dengan demikian, maka advokasi harus dilakukan secara terencana, cermat, dan tepat. Bahan-bahan advokasi harus disiapkan dengan matang, yaitu:

1. Sesuai minat dan perhatian sasaran advokasi,
2. Memuat rumusan masalah dan alternatif pemecahan masalah,
3. Memuat peran si sasaran dalam pemecahan masalah,
4. Berdasarkan kepada fakta (evidence-based),
5. Dikemas secara menarik dan jelas,
6. Sesuai dengan waktu yang tersedia. Advokasi akan lebih efektif bila dilaksanakan dengan prinsip kemitraan yaitu dengan membentuk jejaring advokasi atau forum kerjasama.

Tujuan adalah suatu pernyataan tentang suatu keadaan yang akan dicapai pada masa tertentu. Dalam menetapkan tujuan advokasi lebih diarahkan pada perubahan perilaku untuk meyakinkan para penentu kebijakan yang berkaitan dengan isu-isu yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, dalam menetapkan harus didahulukan dengan pertanyaan, "Siapa yang diharapkan mencapai seberapa banyak dalam kondisi apa, berapa lama, dan dimana?". Jadi secara umum dapat dikatakan tujuan advokasi adalah : - Realistis, bukan angan-angan. - Jelas dan dapat diukur. - Isu yang akan disampaikan. - Siapa sasaran yang akan diadvokasi. - Seberapa banyak perubahan yang diharapkan. Penetapan tujuan advokasi sebagai dasar untuk merancang pesan dan media advokasi dalam merancang evaluasi. Jika tujuan advokasi yang ditetapkan tidak jelas dan tidak operasional maka pelaksanaan advokasi menjadi tidak fokus. Berikut adalah salah satu contoh menetapkan tujuan mengenai pentingnya penanggulangan penyakit diare ketika terjadi banjir akibat peningkatan curah hujan ektrim.

Tujuan Umum: Meningkatnya akses masyarakat perdesaan di Sumberejo atas akses air bersih dari 50% menjadi 100% pada tahun 2018.

Dalam implementasi advokasi, perlu menetapkan dan mendefinisikan isu strategis terkait dasar dalam pengambilan suatu kebijakan. Dalam hal ini penilaian terhadap isu strategi yang akan menjadi prioritas telah dilakukan pada Perumusan pilihan adaptasi perubahan iklim bidang kesehatan. Selanjutnya perlu adanya identifikasi dan kontak para pihak yang akan mendukung dalam tercapainya keberhasilan dari tujuan advokasi sendiri.

Proses advokasi diawali melalui koordinasi dengan para pihak dalam hal ini Puskesmas. Koordinasi dimaksudkan untuk memberikan informasi terkait tujuan, proses dan tahapan serta menyusun rencana tempat dan jadwal kunjungan wilayah target pelaksanaan pemberdayaan. Selain itu proses awal juga dimaksudkan untuk penggalian informasi mengenai gambaran permasalahan dan kondisi kesehatan diwilayah target pemberdayaan dan identifikasi fasilitas kesehatan yang ada. Identifikasi wilayah target lebih rinci/lengkap dapat dilakukan melalui audensi dengan tokoh masyarakat yang dapat dilakukan bersamaan dengan penjelasan mengenai tujuan pemberdayaan masyarakat yang akan dilakukan. Adapun tahapan awal advokasi terilustrasi pada gambar dibawah ini:

Dalam upaya pelaksanaan rencana aksi adaptasi dengan melibatkan masyarakat secara aktif maka diperlukan susunan rencana kerja masyarakat dalam meminimalisasi dampak perubahan iklim bidang kesehatan. Secara umum desain partisipasi dan pemberdayaan masyarakat dilakukan dengan menjelaskan latarbelakang dan penjelasan profil kerentanan dan risiko kesehatan dan pentingnya melakukan adaptasi. Tujuan akhir dari partisipasi masyarakat adalah menciptakan masyarakat terampil dalam menganalisis kerentanan dan risiko perubahan iklim bidang kesehatan hingga terampil melakukan upaya adaptasi perubahan iklim. Dalam mencapai tujuan tersebut, berikut dijelaskan penyusunan rencana kerja dalam pemberdayaan masyarakat.

Tahap 1 : Koordinasi dengan pemerintah desa

Fasilitator melakukan koordinasi dan konsultasi dengan pemerintah desa/kelurahan (atau kecamatan) untuk memberikan informasi serta jadwal kunjungan ke desa/kelurahan dalam rangka perencanaan pemberdayaan masyarakat secara partisipatif. Fasilitator melakulan koordinasi dan konsultasi dengan kepala desa atau pihak berwenang untuk memperoleh gambaran masalah kesehatan, fasilitas kesehatan dan kondisi kesehatan lingkungan di setiap desa/kelurahan maupun lingkup lain.

Tahap 2 : Penjelasan awal kepada aparat desa/kelurahan dan masyarakat

Penjelasan awal kepada aparat desa/kelurahan perlu dilakulan sebelum fasilitator melakulan proses diskusi dengan masyarakar desa/kelurahan tersebut. Disinal proses partisipatori akan dilakukan dengan metode trigering methods yang bertujuan untuk memicu masyarakat agar mau melakukan. Beberapa hal yang perlu dijelaslan yaitu:

1) Tujuan kegatan
2) Proses dan tahapan yang akan dilakukan dan bentuk pertemuan yang akan dilaksanalan serta prakiraan waktu pelaksanaan
3) Dampak perubahan iklim pada kesehatan yang akan timbul khususnya penyakit yang berhubungan dengan perubahan unsur-unsur iklim
4) Pentingnya adaptasi perubahan iklim sebagai upaya meminimailisasi penyakit terkait iklim dan memaksimalkan potensi yang tersedia di wilayah tersebut

Tahap 3 : Pengenalan Tokoh Masyarakat

Untuk mempermudah proses dalam melakukan pendekatan kepada masyarakat, salah satu caranya dapat dilakukan dengan mengenali tokoh masyarakat setempat. Tokoh masyarakat dianggap memiliki pengaruh yang besar kepada lingkungan dan komunitasnya. Para tokoh biasanya menjadi tempat mempertanyakan hal-hal penting. Mereka dapat memainkan peran penting dalam proses fasilitasi untuk merubah perilaku yang tidak adaptif menuju masyarakat yang lebih adaptif dan tangguh iklim.

Tahap 4 : Pengenalan lingkungan desa/kelurahan

Berdasarkan peta permasalahan yang ada di balai desa/kelurahan dan diskusi dengan aparat desa/kelurahan, fasilitator melakukan pengenalan lingkungan. Pengenalan lingkungan desa/kelurahan bertujuan untuk mengetahui kondisi lingkungan dan kehidupan di masyarakat, musim, dan kebiasaan- kebiasaan masyarakat desa/kelurahan, kondisi kesehatan masyarakat, pola penyakit yang berbasis lingkungan dan kondisi sosial ekonomi. Pengenalan lingkungan desa/kelurahan juga dimaksudkan untuk mengetahui kesibukan masyarakat termasuk kendala musim dan kebiasaan musiman masyarakat yang dapat menghambat proses fasilitasi di masyarakat.

Tahap 5 : Membuat Kesepakatan Pertemuan

Berdasarkan hasil temuan pada saat pengenalan lingkungan desa/kelurahan, fasilitator dapat mengajak diskusi aparat desa/kelurahan dan para tokoh masyarakat untuk menentukan waktu yang tepat untuk mengajak masyarakat berkumpul dan diajak berdiskusi tentang kondisi lingkungan mereka. Usahakan memilih waktu yang tidak mengganggu kegiatan atau aktivitas masyarakat desa/kelurahan.

Persiapan teknis dan logistik

Persiapan lapangan menjadi bagian yang terpisah dengan persiapan penyelenggaran pelatihan. Panitia/pelatih melakukan kunjungan kepada pemerintah daerah/desa/dusun yang akan digunakan sebagai lokasi pemberdayaan masyarakat dan menjelaskan secara rinci kegiatan yang akan dilaksanakan selama kunjungan lapangan. Komponen yang perlu dipersiapkan antara lain:

• Tanggal kunjungan lapangan dan jumlah peserta,
• Kegiatan di lapangan yang meliputi pemberdayaan masyarakat melalui perubahan perilaku secara kolektif, keluaran yang diharapkan setelah praktik, produk yang akan diserah kepada pemerintah daerah/desa/ dusun untuk ditindaklanjuti,
• Peran dan tanggung jawab pemerintah daerah/desa/dusun pada waktu kegiatan dan tindak lanjutnya,
• Logistik yang disediakan (bahan pemberdayaan: peta wilayah target, peta kerentanan, peta risiko, resume informasi wilayah target, kertas plano, spidol)

Komposisi tim pemberdayaan

Setiap kelompok harus mempersiapkan diri (menyusun panduan dan berlatih bila perlu). Berikut merupakan gambaran tentang komposisi tim dalam memfasilitasi penyusunan adaptasi di tingkat komunitas:

• Lead facilitator : fasilitator utama, yang menjadi motor utama proses fasilitasi, biasanya 1 orang
• Co - facilitator : membantu fasilitator utama dalam memfasilitasi proses sesuai dengan kesepakatan awal atau tergantung pada perkembangan situasi
• Content recorder : perekam proses, bertugas mencatat proses dan hasil untuk kepentingan dokumentasi/ pelaporan program
• Process facilitator : penjaga alur proses fasilitasi, bertugas mengontrol agar proses sesuai alur dan waktu, dengan cara mengingatkan fasilitator (dengan kode-kode yang disepakati) bilamana ada hal-hal yang perlu dikoreksi.
• Environment Setter : penata suasana, menjaga suasana 'serius' proses fasilitasi, misalnya dengan: mengajak anak-anak bermain agar tidak mengganggu proses (sekaligus juga bisa mengajak mereka terlibat dalam kampanye adaptasi, misalnya dengan: menyanyi bersama, meneriakkan slogan, dsb.), mengajak berdiskusi terpisah partisipan yang mendominasi atau mengganggu proses, dsb.

Selanjutnya panitia menjelaskan lokasi praktik lapang dan gambaran awal jika tersedia, rencana keberangkatan (waktu, perlengkapan yang harus dibawa, kendaraan, alur perjalanan, dll). Penugasan kepada setiap kelompok untuk mempersiapkan diri dalam mencapai tujuan pemberdayaan.

b. Pemberdayaan masyarakat

Pencairan suasana

Pencairan suasana ditujukan untuk membangun hubungan antar partisipan yang kondusif (suasana kesetaraan: tidak kaku, tidak formal, tidak ada sekat-sekat) untuk mencapai tujuan pelatihan dalam tingkat optimal. Pada akhir session ini, pastikanlah bahwa seluruh partisipan sudah saling mengenal dan memiliki hubungan yang akrab.

Elemen utama dalam pemberdayaan masyarakat

Menurut Bartle (2007) terdapat 16 (enam belas) elemen yang harus dikedepankan dan menjadi tujuan dari kegiatan pemberdayaan masyarakat, yaitu:

1. Mendahulukan kepentingan umum (Altruisme). Tingkat kesiapan individu mengorbankan kepentingan sendiri untuk kepentingan seluruh masyarakat (seperti kedermawanan, rasa kemanusiaan, kebanggaan sebagai anggota masyarakat, saling mendukung, perduli, persahabatan, persaudaraan).
2. Nilai bersama (Common Values): Tingkatan dimana anggota masyarakat berbagi nilai, terutama ide-ide atau nilai untuk kepentingan bersama sebagai pengganti kepentingan anggota per anggota masyarakat.
3. Layanan masyarakat (Communal Service): Penyediaan fasilitas dan layanan (seperti jalan, pasar, air minum, pendidikan, layanan kesehatan), pemeliharaan dan perbaikan, kesinambungan, dan kemudahan bagi semua anggota masyarakat untuk mengakses fasilitas dan layanan yang tersedia.
4. Komunikasi (Communications): Adanya komunikasi yang baik di antara anggota masyarakat, dan diantara anggota masyarakat dengan lingkungan luarnya. Dimensi komunikasi meliputi adanya jalan, metode elektronika (seperti telefon, radio, tv, internet), media cetak (Koran, majalah, buku), jaringan kerja, bahasa yang dapat dimengerti, kemampuan tulis baca dan keinginan dan kemampuan berkomunikasi (yang dinyatakan secara bijaksana, diplomasi,kemauan untuk mendengarkan dan membicarakan).
5. Percaya diri (Confidence): Meskipun diekspresikan secara individual, rasa percaya diri harus tersebar diantara semua anggota masyarakat. Masyarakat yang penuh rasa percaya diri tidak akan bergantung pada pihak luar, tidak pasrah, tidak masa bodoh, mampu memperjuangkan haknya dan memiliki visi.
6. Kontekstual (Politik dan Administrasi); Context (Political and Administrative): Masyarakat akan semakin kuat, berdaya dan mampu mempertahankan dirinya apabila didukung oleh lingkungan dan situasi yang mampu memberikan penguatan tersebut. Lingkungan dan situasi yang mendukung tersebut meliputi lingkungan dan situasi politis (termasuk nilai dan sikap pemimpin nasional, hukum dan legislative) dan lingkungan administrasi (sikap dari pegawai/pelayan publik, peraturan dan prosedur serta kebijakan pemerintah).
7. Informasi (Information): Tidak sekedar memiliki dan menerima informasi, namun yang lebih penting adalah kemampuan untuk mengolah dan menganalisa informasi, adanya kesadaran/kepedulian, pengetahuan dan kebijaksanaan yang terdapat diantara tokoh-tokoh kunci masyarakat dan dalam kelompok secara keseluruhan. Jika informasi dapat menjadi lebih efektif dan berguna, tidak hanya sekedar banyaknya saja, maka masyarakat dapat menjadi lebih kuat dan berdaya.
8. Intervensi (Intervention): Pola intervensi yang dilakukan harus ditujukan untuk memperkuat dan meningkatkan kapasitas masyarakat, harus menantang masyarakat agar dapat menjadi lebih kuat, dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Intervensi sedapat mengkin harus melepaskan diri dari tujuan charity, karena charity pada umumnya menciptakan ketergantungan.
9. Kepemimpinan (Leadership): Seorang pemimpin dalam suatu masyarakat memiliki kekuatan, pengaruh, dan kemampuan untuk menggerakkan anggota-angota masyarakat. Pemimpin harus memiliki keahlian, kemauan, kejujuran dan beberapa karisma. Pemimpin harus dapat mendengarkan dan mengakomodasi keinginan masyarakat secara keseluruhan. Semakin efektif kepemimpinan seseorang maka semakin kuat masyarakatnya.
10. Jaringan kerja (Networking): Hal ini berkaitan dengan Tidak hanya "apa yang anda ketahui" tetapi yang lebih penting adalah "siapa yang anda ketahui" dapat menjadi sebuah sumber untuk menguatkan dan memberdatakan masyarakat. Anggota-anggota masyarakat diharap mampu untuk membangun hubungan yang bermanfaat antar angota masyarakat dan dengan pihak lain di luar masyarakat, yang dapat membuat mereka berdaya. Jalina kerja yang efektif dapat menjadi sumber semangat yang akan memperkuat masyarakat secara keseluruhan.
11. Organisasi (Organization): Tingkatan dimana para anggota masyarakat memandang dan mengorganisasikan dirinya sebagai individu-individu yang memiliki peran dalam mendukung keseluruhan masyarakat. Elemen ini meliputi bagaimana membangun integritas organisasi, struktur, prosedur, proses pengambilan keputusan, efektifitas, pembagian tenaga kerja dan kelengkapan peran dan fungsi.
12. Kekuatan politik (Political Power): Tingkatan dimana masyarakat dapat berpartisipasi dalam pengambilan keputusan baik di tingkat desa, regional maupun nasional. Setiap individu memiliki kekuatan-kekuatan yang beragam yang saling melengkapi dalam suatu suatu masyarakat yang pada akhirnya mewarnai kekuatan politik masyarakat tersebut dan hal ini dapat memengaruhi dan memberikan warna bagi daerah dan nasional. Semakin sering kekuatan dan pengaruh yang ada dimasyarakat diterapkan maka akan semakin kuat masyarakat tersebut.
13. Keterampilan (Skills): Kemampuan yang ada pada individu akan memberikan sumbangan yang signifikan bagi masyarakat. Dengan adanya kemampuan ini masyarakat akan mampu menyelesaikan masalah yang mereka hadapi. Kemampuan ini meliputi: kemampuan teknis, kemampuan manajemen, kemampuan berorganisasi, kemampuan mengerahkan. Semakin banyak keterampilan (baik individu maupun kelompok) yang diperoleh dan dimanfaatkan oleh masyarakat, maka semakin berdaya masyarakat tersebut.
14. Kepercayaan (Trust): Tingkat kepercayaan dari masing-masing anggota masyarakat tehadap sesamanya, khususnya pemimpin dan pelayan-pelayan masyarakat (public servants). Tingkat kepercayaan ini akan merefleksikan tingkat integritas (kejujuran, ketergantungan, keterbukaan, transparansi, kepercayaan dan penghargaan) yang ada dalam suatu masyarakat.
15. Kesatuan (Unity): Perasaan bersama dan berbagi sebagai suatu entitas masyarakat. Meskipun dalam suatu masyarakat terdapat perbedaan (agama, kelas, status, penghasilan, usia, jenis kelamin, adat, suku), masyarakat saling memberikan toleransi dan menghargai atas perbedaan tersebut dan memiliki kemauan untuk saling bekerjasama dan bekerja bersama-sama karena adanya suatu rasa kesamaan tujuan atau visi, dan adanya nilai bersama.
16. Kesejahteraan (Wealth): Tingkat dimana masyarakat secara keseluruhan memiliki kontrol terhadap sumber daya potensial dan sumber daya actual, dan terhadap produksi serta penyaluran barang dan jasa yang bermanfaat, memiliki akses terhadap lembaga-lembaga keuangan dan non keuangan. Semakin sejahtera/kaya suatu masyarakat, maka akan semakin kuat atau berdaya masyarakat tersebut.

Langkah-langkah pemberdayaan

Tahap 1: Pemicuan
Proses:

Proses pemicuan ditujukan untuk mendapat perhatian masyarakat akan pentingnya pelaksanaan adaptasi perubahan iklim fokus kesehatan. Proses pemicuan dilakukan dengan pertanyaan mengalir terkait kegiatan yang akan dilakukan. Pertanyaan tersebut dibiarkan dijawab oleh masyarakat untuk mendengar respon dari para masyarakat tersebut terkait permasalahan hingga kasi dimasyarakat. Daftar pertanyaan atau 'Flow of Question' tersebut diantaranya:

a. Apa saja masalah kesehatan yang terjadi di masyarakat? Berapa pasien tiap desa? Tiap kecamatan? Tiap tahunnya? Pasien terjangkit penyakit semakin banyak?
b. Apa penyebab utama di masayarakat yang menyebabkan peningkatan penyakit dan masayarakt terjangkit penyakit tersebut?
c. Terjadi musim pancaroba? suhu dan curah hujan semakin berubah?
d. Masyarakat semakin rentan? Bagaimana anak-anak dan orang tua, bukankah mereka kaum lebih sensitif akan penyakit? Bagaimana kalau perubahan suhu dan curah hujan semakin menambah buruk dampak penyakit terhadap kaum sensitif tersebut?
e. Perlu upaya adaptasi yang dilakukan?

Tahap 2: Identifikasi masalah kesehatan dimasyarakat
Proses:

a. Fasilitator menunjukan gambar berbagai macam jenis penyakit, selanjutnya peserta menyebutkan nama penyakit tersebut dan apakah jenis penyakit tersebut pernah diterjadi diwilayah peserta
b. Selanjutnya peserta diminta menuliskan penyakit lainnya yang terjadi selain gambar yang ditunjukan oleh fasilitator
c. Kemudian setelah selesai fasilitator menunjukan gambar berbagai sarana kesehatan misalnya rumah sakit atau puskesmas, peserta diminta untuk mencocokan perilaku meminta pertolongan yang mereka lakukan apabila mengalami penyakit sesuai dengan dipoin (a)
d. Selanjutnya peserta diminta pihak mana yang akan dimintai tolong, misalnya apakah dokter, perawat, mantra, dukun atau pengobatan alternative.
e. Kemudian peserta dibagi menjadi 3 kelompok dengan memilih 3 penyakit prioritas, selanjutnya peserta melakukan diskusi kelompok untuk mengidentifikasi terkait penyakit tersebut (penyebab, gejala, penyebaran/penularan, pencegahan yang dilakukan, perilaku ketika mengalami penyakit tersebut, kemana mereka mencari informasi terkait penyakit yang diderita)
f. Fasilitator merangkum hasil sesi ini dengan simpulan, penyakit dominan yang terjadi, kelompok umur penderita dan tempat untuk mencari pertolongan untuk merespon penyakit yang diderita.

Tahap 3: Identifikasi masalah lingkungan dimasyarakat
Proses:

a. Fasilitator menunjukan gambar berbagai macam masalah lingkungan, selanjutnya peserta menyebutkan nama masalah tersebut dan apakah jenis masalah tersebut pernah diterjadi diwilayah peserta
b. Selanjutnya peserta diminta menuliskan masalah lainnya yang terjadi selain gambar yang ditunjukan oleh fasilitator
c. Kemudian peserta diminta untuk menjelaskan apa yang mereka lakukan apabila mengalami permasalahan lingkungan sesuai dengan yang ada di poin (a).
d. Selanjutnya fasilitator menunjukan masalah lingkungan tersebut dan jenis penyakit dominan yang terjadi diwilayah tersebut
e. Kemudian peserta dibagi menjadi 3 kelompok, peserta melakukan diskusi kelompok mengenai apakah ada keterkaitan antara masalah lingkungan yang terjadi dengan kejadian penyakit yang mereka alami diwilayahnya.
f. Fasilitator merangkum hasil sesi ini dengan simpulan, masalah lingkungan yang menimbulkan dampak pada kejadian suatu penyakit serta bagaimana masyarakat melakukan respon terhadap masalah lingkungan tersebut

Lampiran Gambar-gambar Identifikasi permasalahan lingkungan:

Tahap 4: Pemetaan situasi kondisi (sumberdaya) dan kesehatan lingkungan masyarakat melalui peta sketsa
Proses:

a. Fasilitator memberikan penjelasan mengenai teknis pembuatan peta (ukuran peta, legenda dan lainnya)
b. Fasilitator menjelaskan elemen-elemen yang masuk kedalam peta (rumah warga, sungai, jalan, gang, batas wilayah, bangunan fisik terkait sarana prasarana, sumber air, wilayah potensi pengembangbiakan penyakit (misal untuk DBD diwilayah badan air)
c. Kemudian peserta dibagi kedalam kelompok dan mulai membuat peta, kelengkapan perangkat legend peta dapat dibuat menggunakan simbol dan warna
d. Setelah pembuatan peta selesai dilakukan, selanjutnya peserta diminta untuk menjelaskan kondisi wilayahnya menggunakan peta yang telah dibuat dalam sesi ini

Contoh peta sketsa:

Tahap 5: Identifikasi pengaruh unsur iklim pada kesehatan dan masalah kesehatan
Proses:

a. Fasilitator menjelaskan apa saja unsur-unsur iklim
b. Fasilitator menunjukkan sebuah gambar yang memperlihatkan berbagai dampak atau pengaruh unsur iklim dengan kesehatan.
c. Fasilitator memberikan kesempatan peserta latih melakukan diskusi terbuka dengan para masyarakat untuk mengidentifikasi bagaimana pengaruh unsur iklim terutama Suhu Udara; Curah Hujan; dan Kelembaban terhadap kesehatan.
d. Identifikasi dilakukan dengan menggunakan gambar-gambar unsur iklim dan dampak-dampak yang timbul akibat perubahan iklim
e. Identifikasi dibantu dengan matriks segitiga hubungan antara CH-Suhu-Kelembaban
f. Peserta menyimpulkan hasil kegiatan

Diagram pengaruh unsur iklim dan matriks identifikasi

Sebagai contoh, pada saat suhu udara rendah (menurun), Curah hujan tinggi dan Kelembaban tinggi → maka berpotensi terjadi serangan DBD. Maka digambar dijelaskan:

Tahap 6: Identifikasi perilaku masyarakat terhadap kondisi iklim yang mempengaruhi suatu kejadian penyakit
Proses:

a. Fasilitator menjelaskan rangkuman mengenai diskusi sesi sebelumnya
b. Fasilitator meminta peserta berdiskusi secara kelompok mengenai respon yang dilakukan ketika terjadi suatu kejadian pola iklim yang menyebabkan peningkatan suatu kejadian penyakit (misalnya DBD atau diare)
c. Kemudian fasilitator memberikan penjelasan apakah perilaku tersebut termasuk kedalam perilaku Adaptif atau bukan. Selanjutnya peserta melakukan untuk seluruh daftar perilaku yang telah diidentifikasi
d. Fasilitator memberikan kesempatan untuk kelompok mempresentasikan hasil diskusi kelompok
e. Fasilitator merangkum hasil presentasi dan diskusi kelompok

Tahap 7: Penyusunan Rencana Kerja Masyarakat
Proses:

a. Fasilitator membagi kelompok menjadi dua bagian
b. Kelompok pertama mengisi table 1 berkaitan dengan perencanaan tentang fisik kemudian kelompok kedua mengisi table 2 berkaitan dengan perencanaan perilaku. Pengisian kondisi ideal dimaksudkan terkait target penurunan risiko kondisi kejadian suatu penyakit. Fokus utama ditujukan pada kondisi masyarakt ketika musim hujan, musim kering, pancaroba atau waktu tertentu
Contoh:
Tabel 1. Perencanaan tentang fisik

Kondisi sarana sekarang Tahapan yang dilakukan Kondisi ideal yang dipilih
Ada genangan tempat kembang biak nyamuk 1. Pemantauan lokasi genangan
2.
3.
Tidak Ada Genangan

Tabel 2. Perencanaan tentang perilaku
Kondisi perilaku sekarang Tahapan yang dilakukan Kondisi ideal yang dipilih
Tidur tanpa obat nyamuk 1. Fasilitasi penggunaan obat nyamuk
2.
3.
Tidur dengan penggunaan obat nyamuk

c. Peserta melakukan penyusunan kesepakatan rencana kerja yang akan dilakukan dimasa mendatang:
Jenis Aksi Sasaran Aksi Pelaksanaan Aksi Waktu/Frekuensi Bahan Alat Yang Dibutuhkan Hasil Yang Diharapkan Sumber Dana

d. Pesera menyusun Rencana Kerja Masyarakat sesuai format

Tahap 8 : Menyusun program implementasi dan bahan monitoring dan evaluasi (monev)

Bahan implementasi dan monev dimaksudkan untuk mengecek dan memastikan aksi yang disusun telah dilakukan sesuai rencana. Sementara bahan monev diarahkan sebagai landasan menilai aksi yang telah dilakukan apakah mencapai tujuan atau terdapat hambatan. Apabila terjadi hambatan dalam pelaksanaannya di lapangan maka perlu didiskusikan bersama atau menggunakan rencana lain sehingga tujuan tetap tercapai.

c. Pasca pemberdayaan

Komitmen ulang

Membangun ulang komitmen masyarakat ini dimaksudkan untuk meningkatnya motivasi masyarakat untuk melaksanakan rencana kegiatan yang mereka susun pada saat memberikan komitmen mereka di kegiatan pemicuan sebelumnya. Hasil akhir dari tahap ini adalah disepakatinya komitmen semua pihak untuk keberhasilan pencapaian rencana kegiatan masyarakat. Membangun komitmen ini diawali dengan mempersilahkan kepada wakil masyarakat untuk mempresentasikan kondisi profil adaptasi di komunitasnya dan rencana mereka ke depan. Selanjutnya kita melakukan penegasan-penegasan untuk meningkatkan motivasi masyarakat, misalnya: mengajak peserta memberi tepuk tangan, menegaskan tentang perlunya aksi adaptasi untuk setiap komunitas, menunjukkan para natural leader yang akan memotori gerakan masyarakat, dll. Pada akhir kegiatan berikanlah penegasan-penegasan untuk membangun komitmen bersama semua pihak dalam upaya pencapaian aksi adaptasi di tingkat yang lebih luas. Hasil komitmen yang telah disepakati bersama dengan masyarakat, diserahkan oleh perwakilan kelompok masyarkat kepada pejabat yang berwenang di daerah untuk dilakukan tindak lanjut sesuai dengan rencana. Diharapkan pemerintah daerah dapat menindaklanjuti sesuai proses yang telah terjadi dan dapat menghasilkan keluaran yang diharapkan oleh masyarakat.

Pilihan teknologi untuk aksi adaptasi perubahan iklim bidang kesehatan

Penyusunan pilihan aksi adaptasi akan menuntun kepada penggunaan teknologi dalam menghadapi perubahan iklim yang terjadi. Dalam penggunaan teknologi tersebut dibutuhkan teknologi dengan kriteria sesuai kebutuhan masyarakat dan bisa dimanfaatkan pada rentang waktu tertentu. Keberhasilan penggunaan teknologi dapat memiliki potensi lebih besar apabila berkaitan dengan budaya lokal. Dalam pemilihan jenis dan tingkat teknologi yang diterapkan harus dilakukan oleh masyarakat pelaksana adaptasi dengan pendampingan dan arahan dari ahli yang berkompeten. Selanjutnya penerapan teknologi tersebut perlu pembagian tugas menurut tingkat pendidikan, kelompok umur ataupun jenis kelamin sesuai dengan kemampuan masing-masing. Keberadaan sumberdaya alam, sumberdaya manusia, aspek fisik-teknis, social ekonomi dan sarana prasarana menjadi daya dukung dalam penerapan teknologi sehingga menjadi salah satu pertimbangan dalam penyusunan pilihan teknologi aksi adaptasi. Nantinya tenologi tersebut diharapkan dapat menjawab kebutuhan masyarakat dalam menyelesaikan permasalahan, tidak merusak lingkungan dan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat secara mudah serta menghasilkan nilai tambah dari aspek lingkungan dan aspek ekonomi. Berikut dibawah ini identifikasi dalam penentuan pilihan teknologi aksi adaptasi:

1. Teknolgi tersebut mungkin sudah ada/tersedia dalam masyarakat setempat namun belum sempurna
2. Teknologi belum ada dimasyarakat setempat akan tetapi potensi sumberdaya cukup tersedia
3. Potensi sumberdaya dimasyarakat cukup tersedia akan tetapi teknologinya belum tersedia di masyarakat dan belum diterapkan dimasyarakat

Jejaring pilihan adaptasi

Jejaring pilihan adaptasi merupakan identifikasi para pihak yang dapat mendukung pelaksanaan aksi adaptasi. Hal tersebut diperlukan dalam menyesuaikan tujuan yang ingin dicapai dalam aksi adaptasi dengan sumberdaya yang tersedia serta berbagai alternatif lain yang mungkin diperlukan. Proses jejaring pilihan adaptasi dilakukan sebelum aksi adaptasi dilakukan. Tujuan jejaring pilihan adaptasi dimaksudkan kedalam proses penentuan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan dengan memperhitungkan sumberdaya yang tersedia. Perumusan aksi adaptasi berkaitan dengan aktivitas bagaimana sebuah pilihan aksi adaptasi disusun, kapan dan siapa saja pihak-pihak yang terlibat dalam proses penyusunan tersebut. Kemudian prioritisasi permasalah pokok, urgensi dan isu-isu strategis yang ingin diselesaikan ataupun dicapai. Sinergitas dari sisi pembiayaan dari berbagai sumber menjadi mutlak dilakukan sehingga tujuan tujuan dan sasaran aksi adaptasi yang ingin dicapai bisa terwujud, baik antar sektor maupun antar waktu (saling mendukung dan tidak tumpang tindih).

Dalam jejaring lintas program, lintas sektor dan mitra perlu juga dilakukan sebuah identifikasi pendanaan yang dapat dilakukan oleh kolaborator. Identifikasi tersebut bisa dilakukan melalui Tabel dibawah:

No Pilihan Adaptasi Pembiayaan Masyarakat sejumlah Pemda level desa Pemda level kecamatan Pemda level Kabupaten
Diisi dengan rekomendasi adaptasi Jumlah biaya yang akan diangarkan untuk pelaksanaan adaptasi Jumlah atau besaran biaya yang dapat masyarakat kumpulkan (dana swadaya masyarakat) Jumlah atau besaran biaya yang dapat pemda desa anggarkan untuk rekomedasi adaptasi terpilih Jumlah atau besaran biaya yang dapat pemda kecamatan anggarkan untuk rekomedasi adaptasi terpilih Jumlah atau besaran biaya yang dapat pemda level kabupaten anggarkan untuk rekomedasi adaptasi terpilih

Pendampingan dan monitoring

Pendampingan dilaksanakan untuk memperkuat keyakinan masyarakat tentang komitmen yang telah dibangun melalui perubahan perilaku secara kolektif yang diaplikasikan dengan upaya individu dalam upaya mewujudkannya. Disamping itu, dalam keadaan tertentu masyarakat membutuhkan mitra untuk melakukan dialog dalam upaya mencari solusi atas permasalahan yang dihadapinya. Pada saat itu diperlukan pendampingan untuk melakukan dialog dan mewujudkan komitmen masyarakat. Oleh karena itu, fasilitator datang kembali untuk mendampingi masyarakat melakukan monitoring terhadap progress dari rencana tindak lanjut yang mereka buat. Pendampingan dilakukan berdasarkan komitmen dengan masyarakat dan disesuaikan dengan proses alur pemberdayaan.